Menu

Mode Gelap
Satu Tahun, 120 Bencana Landa Wilayah Kab. Probolinggo Laga Pembuka Liga 4 Jatim, Persipro 1954 Sikat PSIL Lumajang 1 – 0 Puluhan Ruas Jalan Rusak Akibat Proyek Tol Probowangi, Perbaikan Bakal Dilakukan Bertahap Berkat CCTV, Maling Tas dalam Mobil Diringkus Polisi Faktor Utama Penyebaran Virus PMK Berasal dari Pasar Hewan Tiga Kecamatan di Lumajang Paling Rawan Terpapar PMK

Budaya · 14 Agu 2018 14:35 WIB

Tari Rerere, Simbol Akulturasi Budaya di Bromo


					Tari Rerere, Simbol Akulturasi Budaya di Bromo Perbesar

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Apel akbar Hari Pramuka dan penancapan ribuan bendera merah putih di kaldera Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Selasa (14/8/2018) tak hanya menjadi momentum perayaan hari besar nasional. Lebih jauh, acara patriotis itu menjadi simbol akulturasi budaya di Kabupaten Probolinggo.

Akulturasi budaya terlihat saat Tari Rerere disuguhkan sesudah apel besar dan pembentangan bendera merah putih raksasa. Tarian yang ditampilkan oleh 325 pelajar Sekolah Dasar (SD) se-Kabupaten Probolingggo itu memukau peserta apel dan wisatawan Gunung Bromo selama sekitar 20 menit.

Tari Rerere merupakan tarian khas Kabupaten Probolinggo, yang ditampilkan dalam sebuah acara penyambutan tamu atau dalam acara besar. Tarian diperankan oleh dua penari atau dilakukan berkelompok. Ciri khas dari tarian ini adalah lagunya, yaitu alunan musik semacam gamelan dengan nyanyian yang hanya berlirik re rerere rere rerere.

Menariknya, Tari Rerere dipentaskan di kawasan penduduk warga Suku Tengger Bromo, yang dikenal kaya budaya dan banyak menonjolkan kearifan lokal. Hamparan pasir dan bekunya udara tengger, tak membuat penari terusik. Para penari tetap asyik berlenggok mengikuti irama gamelan.

“Ini bukti bahwa masyakarat tengger bisa hidup rukun dan mampu menjalin persaudaraan dengan warga lain. Tari Rerere menjadi simbol akulturasi budaya di Bromo, meski disini gudangnya seni dan budaya,” kata Camat Sukapura, Yulius Christian.

Tari Rerere sekaligus menjadi pembuka penancapan 2018 bendera merah putih di kawasan Kaldera Gunung Bromo. Tak sekedar menjadi simbol akulturasi budaya, Tari Rerere mengawal sejarah penancapan ribuan bendera yang baru pertama kali dilakukan di lautan pasir.

“Saya senang bisa menampilkan tarian ini di lautan pasir. Awalnya kesulitan, apalagi latihan yang kami lakukan hanya semingguan. Namun alhamdulillah semuanya berjalan lancar,” tutur Agustina Abelia, salah satu penari Rerere. (*)

 

 

 

Penulis : Mohamad Rochim

Editor : Efendi Muhammad

Artikel ini telah dibaca 371 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Libur Tahun Baru 2025, 3 Ribu Wisatawan Kunjungi Bromo

2 Januari 2025 - 18:33 WIB

Liburan Tahun Baru, Wisata Banyubiru Dibanjiri Ribuan Pengunjung

1 Januari 2025 - 16:02 WIB

Jalur Pendakian Gunung Semeru Mulai Ditutup 2 – 16 Januari 2025

31 Desember 2024 - 11:57 WIB

Festival Seribu Sego Takir Sambut Hari Jadi Lumajang ke-769

31 Desember 2024 - 06:58 WIB

Ayo Nyebur Pemandian Alam Tirtosari, Bisa Foto Bersama Ikan

29 Desember 2024 - 09:16 WIB

Kaldera Tengger Segera Tutup untuk Wulan Kapitu, Simak Jam Tutup dan Bukanya

28 Desember 2024 - 15:44 WIB

Bisnis Skincare di Pasuruan Berujung Penipuan, Member Ngaku Rugi Ratusan Juta

26 Desember 2024 - 21:44 WIB

Kuota Pendakian Gunung Semeru Dibatasi 200 Orang

26 Desember 2024 - 19:15 WIB

Libur Nataru, TNBTS Prediksi Lonjakan Wisatawan Bromo Terjadi hingga Tahun Baru Usai

25 Desember 2024 - 17:42 WIB

Trending di Wisata