PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Kekerasan terhadap aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menggelar aksi demontrasi kembali terjadi. Terbaru, aktivis PMII menjadi korban pemukulan saat berunjuk rasa di depan kantor Bupati Pamekasan.
Ketua PC PMII Probolinggo, Sholehudin menyebut, tindakan represif Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasi kepada pemangku kebijakan merupakan pelanggaran keras.
Sebab menurutnya, kebebasan menyatakan pendapat dimuka umum sudah diatur oleh undang-undang. Tindakan represif aparat, jelas Sholehuddin, bukti bahwa kepolisian gagal faham demokrasi.
“Tindakan kepolisian di Pamekasan menciderai demokrasi. Kebebasan menyatakan pendapat merupakan amanah undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, itu harus difahami,” kata Sholehuddin, Kamis (25/5/2020).
Seharusnya, imbuh Sholehudin, kepolisian sebagai institusi yang difasilitasi anggaran negara, melindungi dan mengayomi demonstran. “Bukan malah melakukan tindakan represif yang mengabaikan rasa kemanusiaan,” kecamnya.
PMII Probolinggo, dikatakan Sholehuddin, mengecam keras tindakan sewenang-wenang oknum polisi di Kabupaten Pamekasan. Ia meminta Kapolri segera turun dan memberikan sanksi guna menjaga nama baik institusi Polri.
“Insiden di Pamekasan merupakan preseden buruk yang mencoreng nama baik kepolisisan. Konsekuensinya, oknum polisi yang terbukti telah melakukan pemukulan kepada mahasiswa harus dipecat,” lugas dia.
Diketahui, kericuhan di depan kantor Bupati Pamekasan terjadi karena para demonstran bentrok dengan kepolisian, Kamis pagi. Massa berunjuk rasa sebagai bentuk protes terhadap aktifitas Galian C ilegal, yang dinilai merugikan warga sekitar.
Bentok tersebut mengakibatkan sejumlah demonstran menjadi bulan-bulanan aparat. Bahkan, seorang kader PMII mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Dia adalah Ketua Rayon Sakera PMII Komisariat IAIN Madura, bernama Ahmad Rofiqi. (*)
Editor : Efendi Muhammad
Publisher : A. Zainullah FT