Menu

Mode Gelap
Mengenal Sejarah Transportasi Kereta Api di Lumajang pada Masa Kolonial Belanda Ketua DPRD Lumajang: Keterbukaan Informasi Publik Langkah Strategis untuk Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Bupati Lumajang Siap Berikan Solusi untuk Guru non-NIP Peringatan Harjakabpro ke-279 Dikemas Sederhana, Diawali Ziarah Kubur dan Tasyakuran Tiga Bulan, Pemkot Probolinggo Vaksin 3 Ribu Ekor Sapi Pria Pembunuh Istri di Probolinggo Terancam Hukuman Mati, ini Pasal yang Diterapkan Polisi

Berita Pantura · 5 Sep 2020 15:10 WIB

Pande Besi Tetap ‘Bersemi’ Ditengah Pandemi


					Pande Besi Tetap ‘Bersemi’ Ditengah Pandemi Perbesar

BESUK-PANTURA7.com, Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang terjadi sejak awal tahun ini, tak membuat para perajin besi (pande besi) di Kabupaten Probolinggo menyerah. Mereka tetap memproduksi aneka kerajinan meski sepi peminat.

Seorang pande besi bernama Lutfi Zaini (49) mengatakan, pandemi membuat produknya tak banyak dilirik oleh warga. Meski demikian, ia harus tetap produksi karena kerajinan warisan leluhur itu sudah menjadi mata pencaharian,

“Dalam sehari, saya bersama empat teman menghasilkan 6 celurit per orang. Lain halnya dengan golok, dalam sehari hanya mempu menghasilkan 4 bilah dengan waktu pembuatan sekitar 9 jam,” kata perajin asal Desa Alaskandang, Kecamatan Besuk ini.

Nantinya, menurut Lutfi, begitu ia disapa, golok atau celurit yang dihasilkan dibawa pulang untuk proses penghalusan dan pemasangan gagangnya. Setelah itu, kata dia, dilanjutkan dibawa ke pedagang pasar atau warga yang memesan.

“Kerjanya mulai dari pukul 8.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Kesulitannya ya saat mengukir saja, karena besinya masih panas. Perbandingan celurit dan golok, hanya di ukurannya. Celurit mampu dihasilkan 6 buah kalau golok 4 buah sehari,” paparnya.

Untuk harga, lanjutnya, jika produk benar-benar halus dan tajam, maka sebilah celurit laku terjual hingga Rp50 ribu. sebaliknya, jika kualitasnya biasa-biasa saja, harga jualnya hanya kisaran Rp40 ribu.

“Kalau golok yang bagus harganya bisa sampai Rp70 ribu, yang biasa itu Rp50 ribu. Kualitas produk tergantung besinya, kalau besinya tua ya lebih bagus. Jadi saat membeli besi untuk bahan dasar, kami pilah-pilih dulu,” ungkap dia.

Sebelum pandemi Covid-19, menurut dia, celurit dan golok biasanya dikirim hingga ke luar daerah. Bahkan pemesan banyak yang berasal dari Bali. Tetapi, sejak Covid-19 melanda, pemesan dari luar nyaris tidak ada sama sekali.

“Dapat pesanan dari pedagang di Probolinggo saja sudah bersyukur, itupun pesannya seminggu sekali. Paling sering dari pedagang di Pasar Krucil dan Maron, kalau pesanan dari luar daerah sudah tidak ada,” keluh pria 2 anak ini. (*)


Editor : Efendi Muhammad
Publisher : A. Zainullah FT


Artikel ini telah dibaca 36 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Kedapatan Mencuri di Bus, Pria Asal Jember Diamankan Penumpang Bus di Pasuruan

23 Maret 2025 - 22:10 WIB

Tanaman Ganja Dilarang tapi Tumbuh Subur di Lumajang

23 Maret 2025 - 17:05 WIB

Penemuan Ribuan Koin Kuno di Pasuruan Segera Diteliti

28 Januari 2025 - 16:44 WIB

Target PAD Lumajang Melalui Pajak Sebesar Rp170 Miliar

3 Januari 2025 - 11:03 WIB

Pendapatan PBB-P2 Belum Maksimal, BPRD Lumajang Akan Grebeg Desa yang Capaiannya Rendah

2 Januari 2025 - 16:13 WIB

Antisipasi Lonjakan Penumpang saat Nataru, KAI Daop 9 Jember Operasikan Satu KA Tambahan

25 Desember 2024 - 13:27 WIB

Balos Tampilkan Karakteristik Batik Khas Lumajang

22 Desember 2024 - 15:50 WIB

Diguyur Hujan Deras, Gelora Merdeka Kraksaan Banjir

16 Desember 2024 - 18:19 WIB

Banjir Tahunan Resahkan Warga Pasuruan, Dewan Desak Pemprov Jatim Segera Normalisasi Sungai

16 Desember 2024 - 13:20 WIB

Trending di Berita Pantura