Kiriman : Ali Imron Maulana*
Tanda tanya masih menggelayuti perekonomian dan roda bisnis di tahun 2021 ini. Pandemi corona tidak hanya merenggut jutaan nyawa manusia dan wabah resesi di seluruh dunia, namun juga mengubah total lanskap dan tatanan ekonomi. Beberapa sektor investasi dan bisnis malah menemukan momentum peningkatan di tengah upaya vaksinasi virus corona dan pemulihan ekonomi.
Ekonomi global sebenarnya sudah tertekan sejak tahun 2019 karena memuncaknya perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-Tiongkok dan memanasnya hubungan dagang AS dengan Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Alhasil, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2019, 2020, dan 2021, masing-masing sebesar 0,2%.
Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 ini semakin memperburuk keadaan sehingga memicu wabah resesi ekonomi di mayoritas negara seluruh dunia. Ekonomi Indonesia pun resmi masuk masa resesi pada kuartal III lalu, dan ditaksir terus berlanjut hingga akhir tahun ini.
Pembatasan sosial dan penguncian wilayah (lockdown) di banyak negara juga menyebabkan terganggunya rantai pasok, produksi, dan permintaan dunia. Investasi dan volume perdagangan global pun turun signifikan.
Dengan jumlah kasus positif dan kematian akibat Covid-19 yang terus meningkat hingga menjelang tutup tahun 2020, harapan pemulihan ekonomi tahun 2021 ini sangat bertumpu pada efektivitas penanganan pandemi.
Sejauh ini, tak banyak negara yang mampu mengendalikan penyebaran virus. Salah satunya yaitu Tiongkok. Ekonomi negeri panda itu pulih dengan cepat: dari terkontraksi 6,8% pada kuartal I 2020 lalu tumbuh pada dua kuartal berikutnya yakni 3,2% dan 4,9% pada kuartal III.
Prospek Cerah Investasi Indonesia
Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi Indonesia hingga kuartal III tahun ini sudah kembali naik, setelah turun cukup dalam sejak ditemukannya kasus pertama Covid-19 pada Maret 2019 lalu.
Total realisasi investasi hingga kuartal III tahun ini mencapai Rp 611,6 triliun atau naik 1,7% secara tahunan dari Rp 601,3 triliun pada periode yang sama 2019, terutama didorong oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Namun, penanaman modal asing (PMA) kuartal III masih turun 5,1% menjadi sebesar Rp 301,7 triliun dari Rp 317,8 triliun periode yang sama 2019. Sebaliknya penanaman modal dalam negeri (PMDN) naik hingga 9,3% menjadi Rp 309,9 triliun dari Rp 283,5 triliun.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menjelaskan, tren investasi asing pada kuartal III meningkat pada sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya. Sementara itu sektor pilihan investor dalam negeri di antaranya sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi.
“Ini merupakan sinyal positif bahwa investor asing mulai yakin terhadap kebijakan yang dilakukan pemerintah indonesia,” kata dia melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.
Setelah pemulihan yang relatif cepat tersebut, prospek investasi ke Indonesia pada 2021 pun cukup cerah, menurut laporan JP Morgan yang bertajuk “Make Indonesia Great Again”.
Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Henry Wibowo memprediksi aliran FDI ke Indonesia pada 2021 menyentuh rekor tertingginya. “Kami sangat optimis,” ujarnya.
Dia menjelaskan faktor utama pendorong aliran masuk investasi asing ke Indonesia yaitu disahkannya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) pada Oktober 2020, yang aturan turunannya akan terbit pada Februari 2021.
“Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja akan menjadi reformasi kebijakan terbesar di negara ini sejak 1998,” kata Henry.
Selain faktor Omnibus Law, terpilihnya Joe Biden juga akan meningkatkan investasi ke Indonesia. Menurut Henry terpilihnya Biden akan menjadi pendorong dana asing mengalir ke emerging markets, termasuk Indonesia.
“Modal asing yang tadinya all about America, mulai kembali ke Asia Tenggara, ke Indonesia,” ujarnya. Modal asing tersebut tidak hanya akan mengalir dalam bentuk aliran portofolio ke pasar saham, tetapi juga dalam bentuk investasi langsung.
Investasi tersebut akan masuk sektor-sektor keuangan, infrastruktur atau industri, dan teknologi, media, telekomunikasi. “Indonesia bisa menjadi hub manufaktur atau teknologi berikutnya di Asia, yakni untuk produk mobil listrik, baterai kendaraan listrik, atau teknologi cloud,” ujarnya.
Deretan Saham yang Diprediksi Cuan di 2021 Analis saham Indropremier Sekuritas, Mino, menyebut untuk emiten konstruksi bakal didominasi BUMN seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Tbk (PTPP), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT ADHI Karya Tbk (ADHI), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
BUMN lain yang juga bakal terdongkrak harga sahamnya karena tren emiten infrastruktur yang bakal menghijau adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Proyek infrastruktur seperti ibu kota baru yang bakal dilanjutkan akan membuka juga pemasangan aliran gas yang selama ini menjadi bisnis utama PGAS.
Sektor lain adalah emiten di bidang keuangan seperti bank-bank BUMN mulai dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), dan PT BRI Syariah Tbk (BRIS). Sementara dari swasta, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga akan cuan.
Sedangkan di sektor tambang, Analis saham sekaligus pendiri LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo, menilai sejumlah emiten yang diramal mendulang cuan adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Timah Indonesia Tbk (TINS).
Saham-saham mereka diperkirakan akan hijau di tahun depan seiring dengan meningkatnya harga komoditas batu bara, emas, timah, minyak mentah, gas bumi, dan sumber daya energi lainnya di 2021. (**)
*Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Universitas Islam Malang (UNISMA)