Menu

Mode Gelap
Eksotika Pantai Karanganom, Destinasi Wisata Baru di Kabupaten Probolinggo KPU Pasuruan Tetapkan DPTb, Bangil Catat Pemilih Masuk Tertinggi, Grati Dominasi Pemilih Keluar Logistik Pilkada di Kab. Probolinggo Mulai Didistribusikan, Segini Jumlahnya Pemkot Probolinggo Sidak Kios, Stok Pupuk Aman KPU Kota Probolinggo Mulai Distribusikan 1.312 Bilik Suara PMII, HMI hingga GMNI Kompak Deklarasi Anti Politik Uang

RUTE (Ruang Transparansi Ide) · 19 Jan 2021 07:07 WIB

Pentingnya Omnichannel Marketing di Masa Pandemi


					Pentingnya Omnichannel Marketing di Masa Pandemi Perbesar

Pengirim : Ali Imron Maulana


Omnichannel marketing merupakan konsep pemasaran dalam digital marketing yang melakukan kombinasi proses pembelian secara online dan offline dengan menggunakan berbagai macam saluran.

Konsep ini mencoba mengimplementasikan fleksibilitas dalam memahami keinginan konsumen untuk menyentuh atau memastikan produk sebelum memutuskan pembelian secara online dan sebaliknya.

Fleksibilitas tersebut akan menimbulkan kenyamanan (convenience) bagi konsumen dan meningkatkan pengalaman belanja konsumen (customer experience).

Menurut Kotler dan Keller (2016), omnichannel marketing adalah penggunaan beberapa saluran yang digunakan secara terintegrasi dan bersama-sama untuk mencapai preferensi setiap target konsumen, baik melalui penyampaian informasi produk dan layanan konsumen baik ketika konsumen berbelanja secara online atau secara fisik (brick and mortar).

Sejalan dengan hal tersebut Kotler, Kertajaya dan Setiawan (2017) menyampaikan bahwa omnichannel marketing melakukan suatu praktik mengintegrasikan berbagai saluran untuk menciptakan pengalaman konsumen yang konsisten dan lancar. Untuk bisa menciptakan pengalaman tersebut organisasi perlu untuk meruntuhkan kekakuan antar saluran dan menyatukan sasaran dan strategi.

Konsep omnichannel marketing diperkenalkan sejak 2010 dimana menurut International Data Coorporatin (IDC) melalui survei mereka memprediksi terdapat kepercayaan yang kuat pada kesuksesan masa depan omnichannel marketing.

Pada 2013 omnichannel marketing kemudian menjadi popular dan buzz bagi pemasar dan konsumen dimana dalam suatu ulasan pada Huffington Post menyatakan bahwa konsep ini diterima dengan mudah karena terjadinya peningkatan penggunaan ponsel pintar.

Konsumen akan menggunakan smartphone akan melakukan showrooming untuk mencari produk yang mereka inginkan dan mencari membandingkan harga di Internet dan membelinya disana.

Penggunaan mobile device yang meningkat akan meningkatkan penjualan melalui ponsel pintar, yang berpengaruh pada integrasi teknologi pada toko secara online. 

Di Indonesia sendiri penetrasi yang baik dalam penggunaan smartphone menyebabkan konsumen lebih familiar untuk berbelanja online (Commonwealth of Australia, 2018). Hal ini didukung melalui survei yang dilakukan oleh Google Indonesia yang menunjukan 78% responden berbelanja melalui smartphone.

Perilaku konsumen berbelanja digital memiliki tahapan yang berbeda dengan konsumen tradisional yang tergambar dalam Zero Moment of Truth (ZMOT) (Smart Insight,2014) dimana konsumen memulai tahap pembelian mereka dengan melakukan pencarian informasi secara digital baik melalui search engine, ulasan, komentar, testimonial konsumen lainnya.

Setelah konsumen melihat sebuah ulasan secara online dari konsumen lain mereka kemudian bisa melakukan Webrooming untuk meyakinkan pembelian mereka yang kemudian diakhiri dengan pembelian di saluran fisik.

Di sisi lain memungkinkan bagi konsumen untuk melakukan Showrooming ditoko fisik dan diakhiri dengan pembelian melalui saluran online.

Penerapan di Masa Pandemi

Penerapan omnichannel marketing dibanyak perusahaan terbukti memberikan dampak yang positif pada penjualan dan peningkatan pada pengalaman konsumen.

Rata-rata konsumen yang membeli melalui saluran omnichannel melakukan pembelian 70% lebih sering daripada pembelian sepenuhnya secara offline dan dilaporkan mengeluarkan lebih dari US$2,000 setiap tahunnya (McKinsey, 2019). Namun bagaimana pengaplikasiannya pada saat terjadinya pandemi? 

Tak hanya dimasa pandemi, masyarakat sudah banyak beralih menggunakan media digital untuk berbelanja online. Menurut data McKinsey di bulan Juli 2020, situasi pandemi Covid-19 menyebabkan percepatan adopsi digital dimana untuk menerapkan social distancing konsumen lebih memilih berbelanja secara online daripada datang ke toko fisik.

Terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah pengguna Internet yang pemula untuk menggunakan layanan e-banking, e-tailing, serta berbelanja pakaian secara online. 

Dimasa pandemi jumlah toko offline yang beroperasi semakin sedikit dan terbatas dan memiliki jam operasional yang lebih pendek. Disinilah peran omnichannel marketing menjadi penting bagi konsumen yang cenderung memiliki risk averse yang tinggi terhadap belanja online.

Konsumen menggunakan platform online untuk berbelanja namun mengunjungi toko dengan waktu lebih minimal untuk memastikan barang dalam kondisi yang baik. Sebaliknya untuk mengurangi penggunakan uang fisik dan melakukan komparasi harga mereka bisa melakukan kunjungan toko dan berakhir dengan pembelian online.

Selama masa pandemik retailer yang hadir secara digital dapat menggantikan penurunan penjualan pada toko fisik.

Langkah Memulai

Dalam buku  Marketing 4.0 Moving from Traditional to Digital (Kotler, Kertajaya, Setiawan, 2017),menuliskan terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memulai perjalanan menggunakan omnichannel marketing. dari Aware (sadar), Appeal (tertarik), Ask (mencari informasi), Act (bertindak), Advocate (menyarankan).

Langkah tersebut terdeskripsikan sebagai empat langkah yang dimulai dari melakukan analisis terhadap peta perjalanan konsumen. Empat langkah tersebut disebut sebagai lima yang terdiri Aware (sadar), Appeal (tertarik), Ask (mencari informasi), Act (bertindak), Advocate (menyarankan).

Hal awal yang perlu dilakukan perusahaan adalah memilih saluran apa saja yang akan mereka gunakan untuk diletakan disetiap langkah lima A, apakah perusahaan akan memanfaatkan mesin pencarian online baik yang berbayar maupun melalui website secara organik, media sosial (Instagram/Facebook/Twitter), atau iklan online.

Perusahaan kemudian mencoba memetakan perjalanan konsumen (consumer journey) untuk akhirnya bisa melewati tahap lima A.

Misalnya perusahaan bisa membayangkan jika dirinya adalah konsumen, maka saluran apa saja yang akan digunakan konsumen untuk bertemu dengan toko online perusahaan, perusahaan bisa jika perusahaan memilih melalui iklan online (banner ads) yang dijadikan touchpoint pertama untuk kesadaran konsumen bisa terbangun untuk mengenali produk perusahaan. Dalam langkan lima A lain juga akan menggunakan langkah yang sama.

Perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membuat scenario dalam setiap peta perjalanan konsumen yang bervariasi, dan memastikan bisa memanfaatkan data konsumen serta dilengkapi dengan software yang mendukung penerapan omnichannel marketing agar menjadi optimal. (**)

*Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Universitas Islam Malang (UNISMA)

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Mengatasi Persoalan Daerah Kabupaten Probolinggo

2 November 2024 - 12:03 WIB

Problematika Kebijakan Tunjangan Honor Guru Non NIP di Lumajang

16 Juli 2024 - 14:28 WIB

Peran Media Sosial Dalam Kampanye Edukatif

17 Juni 2024 - 10:04 WIB

Strategi Membangun Popularitas Bandeng Jelak Menuju Bintang Kuliner Nasional

24 April 2024 - 15:35 WIB

Tantangan dan Dinamika Pilkada Pasca Pemilu 2024

21 April 2024 - 17:44 WIB

Pemuda dan Urgensinya dalam Pemilu 2024

5 Desember 2023 - 21:01 WIB

Perebutan Suara Milenial dan Pergeseran Media Kampanye

20 November 2023 - 10:24 WIB

Duh.. Kades di Pasuruan Dibacok Tetangga

26 Juli 2023 - 23:09 WIB

Menjaga ‘Kewarasan’ Pers dalam Pemilu Tahun 2024

2 Juni 2023 - 15:56 WIB

Trending di Politik