Pengirim : Ali Imron Maulana*
Tepat 24 April 2021, usia Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) genap 87 tahun dalam hitungan Masehi. Sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah, kontribusi GP Ansor tak perlu diragukan lagi dalam memperjuangkan dan mengawal keutuhan Republik Indonesia. GP Ansor tidak hanya memainkan perannya menyebarluaskan ajaran Islam yang inklusif.
Pun Ansor selalu hadir dalam menghiasi tumbuh kembangnya dinamika keumatan dan kebangsaan masyarakat Indonesia dengan tetap berpegang teguh pada prinsip tasamuh (sikap terpuji), tawashut (tidak memihak), tawazun (tidak ekstrem), dan i’tidal (tegak lurus dan adil).
Gerakan Pemuda Ansor sejak didirikan pada 24 April 1934 di Banyuwangi Jawa Timur, telah menunjukan eksistensinya dalam berbagai aspek kehidupan. GP Ansor yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kemasyarakatan dan kebangsaan memiliki tanggung jawab moral yang kuat untuk selalu mendorong dan menghadirkan perubahan diberbagai aspek kehidupan kebangsaan untuk Indonesia yang lebih baik.
Ikhtiar untuk memperbaiki diri secara kelembagaan dan penguatan SDM kader, juga berupaya memberikan pelayanan yang lebih baik pada masyarakat, terus dilaksanakan oleh GP Ansor secara berkelanjutan. Terlihat dari implementasi agenda program strategis.
Agenda besar Gerakan Pemuda Ansor tentang revitalisasi nilai dan tradisi, penguatan sistem kaderisasi dan pemberdayaan potensi kader terus digenjot sebagai wujud komitmen dan peran GP Ansor dalam berkhidmat untuk kemandirian NKRI menuju terwujudnya masyarakat yang demokratis, adil, makmur dan sejahtera berdasarkan ajaran Islam Ahlussunah wal-Jama’ah.
Gerakan Pemuda Ansor yang notabene sebagai organisasi kepemudaan berbasis kaum muda Nahdlatul Ulama, merupakan salah satu kekuatan perubahan sosial yang berdiri di garis depan perubahan (avant garde). Melihat kondisi fenemona sosial yang berkembang, Gerakan Pemuda Ansor dituntut untuk bisa menengok dalam lintasan sejarah, bahwa kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan.
GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan Ansor, nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan di episode awal berdirinya dan penumpasan G30S/PKI di episode berikutnya, peran Ansor sangat menonjol.
Di tengah suasana Covid-19 yang menjerat segala aktivitas masyarakat Indonesia, Ansor selalu hadir dalam melakukan gerakan kemanusiaan. Seperti memberikan bantuan sembako dan uang tunai bagi masyarakat terdampak, bantuan alat kesehatan untuk rumah sakit dan klinik, serta pengobatan gratis. Sikap itu membuktikan bahwa komitmen GP Ansor untuk kemaslahatan umat dan negara di atas segala-galanya.
Di usia yang ke-87 tahun, sudah barang tentu tantangan persoalan keumatan yang dihadapi makin kompleks. Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, hingga teknologi informasi sering datang tak terduga, begitu cepat, dan membawa ekses di luar perkiraan. Lebih-lebih perubahan yang saat ini kita rasakan akibat dampak Covid-19 yang kian mengkhawatirkan.
Selain menjadi garda terdepan menyelamatkan kesehatan masyarakat, paling tidak ada pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan GP Ansor untuk makin meneguhkan khidmat dan komitmen kebangsaan. Yaitu melakukan inovasi dakwah digital.
Inovasi Dakwah Digital
Seperti yang kita rasakan, dampak pandemi Covid-19 telah mengubah ruang percakapan publik. Majelis-majelis dakwah mulai dibatasi jamaahnya, menjaga jarak, memakai masker, dan menggunakan hand sanitizer menjadi protokol baru setiap menghadiri kegiatan keagamaan.
Begitulah kenyataan yang harus dipatuhi dalam rangka mengurangi angka terinfeksi Covid-19. Dalam keadaan penuh ketidakpastian ini, penting kiranya warga nahdliyin merespon ruang berbatas menjadi tak terbatas dengan memanfaatkan persenjataan teknologi sebagai media alternatif untuk terus menyampaikan pesan-pesan Islam yang rahmah dan toleran kepada masyarakat.
Bukan hanya di masa pandemi, kerja-kerja inovasi dakwah berbasis digital ini harus menjadi khidmat berkelanjutan bagi warga nahdliyin. Mengingat revolusi media informasi telah membawa manusia pada babak baru, di mana penguasaan teknologi sangatlah prestisius dan menjadi indikator kemajuan suatu negara.
Sebuah negara dikatakan maju jika memiliki tingkat penguasaan teknologi tinggi (high technology), sedangkan negara-negara yang tidak bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi dianggap sebagai negara gagal (failed country).
Karena itu, pesan zaman tersebut harus ditangkap oleh semua Kader GP Ansor untuk memformulasikan pendekatan dakwahnya dengan cara-cara yang inovatif dan terdigitalisasi. Sehingga harapannya, dakwah Islam ala NU mampu dinikmati khalayak umum secara fleksibel. YouTube, Facebook, Instagram, dan berbagai platform media sosial lainnya harus menjadi alat dan media dakwah.
Konten dakwah di pelbagai platform media sosial tersebut harus dipenuhi dengan konten inklusif Islam ahlussunnah wal jamaah (aswaja). Unggah dan viralkan semua pengajian kitab kuning di pesantren-pesantren, juga ceramah dan tausiah maupun mauidloh hasanah (nasihat yang baik) para masyayikh (kiai) dan gus-gus (putra kiai) dari puluhan ribu pesantren setiap hari.
Karena itu, metode dakwah Ansor harus dirombak besar-besaran dalam menghadapi era di mana setiap orang adalah pengguna handphone (HP) sepanjang waktu. Metode dan konten dakwah harus disesuaikan dan mampu menjangkau HP setiap orang.
Dengan semangat inovasi dakwah digital tersebut, GP Ansor sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang selalu mengedepankan kemaslahatan umat akan bisa mencapai ”Transformasi media juang, pagar baja gerakan kita”, sesuai dengan tema harlah tahun ini.
*Ali Imron Maulana, Kader PC GP Ansor Kota Kraksaan, Mahasiswa Pascasarjana UNISMA