KRAKSAAN,- Keputusan Bupati Probolinggo Nomor 188/348/426.32/2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19, untuk membatasi kerumunan masyarakat juga berlaku untuk tempat-tempat ibadah.
Salah satunya, Masjid Ar Rudhah, Kecamatan Kraksaan tidak menggelar ibadah. Baik salat berjamaah, dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh, juga salat Jumat. Juga tidak menggelar salat Idul Adha selama PPKM Darurat berlangsung.
Ketua Takmir Masjid Ar Raudhah Kraksaan, HA. Zubaidi membenarkan adanya larangan tidak adanya aktivitas ibadah di masjid barat Alun-alun Kota Kraksaan. Hal itu, tidak terlepas dari adanya instruksi dari berbagai pihak.
“Termasuk instruksi dari bapak presiden, menteri, gubenur dan bupati. Sesuai degan edaran yang telah dikeluarkan. Hal ini juga sudah disepakati oleh berbagai pihak lain, misal seperti MUI, PCNU Kota Kraksaan dan lainya,” kata Zubaidi, Senin (5/7/2021).
Tidak adanya aktivitas ibadah di masjid Ar Raudhah itu, lanjut Zubaidi, sudah dipasang banner pemberitahuan, agar para jamaah tidak baik di sekitar masjid ataupun dari pengunjung alun-alun tidak bolak-balik untuk beribadah.
“Tujuannya kan memang bukan untuk penutupan, namun penyelamatan dan kami hanya menjalankan apa yang menjadi keputusan. Untuk jamaah, kami imbau agar dapat melaksanakan ibadah dirumah masing-masing,” ujar mantan Ketua KPU Kabupaten Probolinggo ini.
Sementara itu, Koordinator Penegakan Hukum (Gakkum) Satgas Covid-19 Kabupaten Probolinggo, Ugas Irwanto mengatkan, pemberlakuan PPKM Darurat, utamanya pada tempat ibadah ini berlaku di seluruh tempat ibadah di Kabupaten Probolinggo.
“Tidak hanya masjid Ar Rauduah. Ini berlaku pada semua tempat ibdah di Kabupaten Probolinggo, baik itu masjid di desa ataupun juga musholla juga sama tidak melaksanakan aktivitas dulu sementara. Tapi rujukannya atau contohnya seperti masjid Ar Raudlah,” tutur Ugas.
Nantinya, sambung Ugas, teknis kontrol untuk memastikan tidak aktivitas ibadah, pihaknya akan memaksimalkan atau bekerjasama dengan pihak Satgas Kecamatan maupun pada pemerintah desa masing-masing. Baik dalam sosialisasi ataupun penegakan hukumnya.
“Maksimal penerapannya harus secara pelan-pelan. Tidak bisa menggunakan sistem grusak-grusuk, harus di beri pemahaman secara baik-baik, sebab ini tempat ibadah. Apalagi karakter masyarakat kita sangat fanatik. Ini juga diberlakukan tempat ibadahnya non muslim,” tutup Ugas. (*)
Editor : Ikhsan Mahmudi
Publisher : Albafillah