PROBOLINGGO,- Meskipun proses pemilihan kepala desa (pilkades) serentak di 250 desa di Kabupaten Probolinggo sudah selesai, ternyata masih menyisakan polemik. Sejumlah pihak mengaku, tidak puas dengan keputusan panitia pemilihan (panlih) tingkat desa.
Hal itu terbukti dengan adanya gugatan dan aksi demo dalam dua hari terakhir. Pertama, terjadi di Desa Pajurangan, Kecamatan Gending. Sehingga mereka datang ke Kantor Bupati Probolinggo dengan tuntutan agar ada penghitungan ulang, Selasa (1/3/2022) siang kemarin.
Kuasa Khusus Nanik Sriwahyuni, Mustofa mengatakan, pihaknya menemukan banyak kejanggalan yang dilakukan panlih. Di antaranya, kejanggalan mulai dari surat suara hilang, hingga ada beberapa pemilih masih belum cukup umur yang diperbolehkan mencoblos oleh panitia.
“Ya kemarin, kami mengantarkan permohonan untuk hitung ulang, karena kami punya alasan kuat, pertama seluruh saksi dari TPS satu sampai tujuh, tidak diberikan formulir BA pada waktu hari H tetapi baru diberikan pada H+3,” kata Mustofa, Rabu (2/3/2022).
Masih soal polemik pilkades, aksi demontrasi terjadi di Kecamatan Tiris. Puluhan dari warga Desa Tegalwatu mendatangi kantor kecamatan setempat. Mereka mengaku, tidak puas dengan proses dan kinerja panlih dalam tahapan pilkades khususnya dalam tahapan pencoblosan dan penghitungan suara.
Salah seorang warga Desa Tegalwatu, Abdul Wafi mengatakan, demontrasi dilakukan para pendukung Calon Kepala Desa (Cakades) nomor urut 1 Lasuman. Di kantor kecamatan setempat mereka mempertanyakan kinerja panlih desa yang dinilai kurang terbuka sejak awal tahapan.
“Contohnya yang saya ketahui dari tuntutan para pendukung calon nomor urut 1 ini, menilai selama proses tahapan terlebih untuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) itu tidak dicantumkan di tempat umum dan kemudian proses penghitungan ulang di kantor kecamatan,” ujar Wafi.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi (Kasi) Aparatur Pemerintahan Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Probolinggo, Mohamad Idris mengatakan, polemik pasca pilkades menunjukkan adanya ketidakpuasan dari pihak tertentu.
“Oleh karena itu, jika merasa tidak puas dengan hasil pilkades sebaiknya digugat langsung ke PTUN. Apalagi Surat Keputusan (SK) Panlih untuk calon terpilih sudah ditetapkan, jadi satu-satunya cara mengubah hukum itu ya dari putusan hakim,” tutur Idris. (*)
Editor : Ikhsan Mahmudi
Publisher : Albafillah