Tuban,- Musyawarah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) menghasilkan sejumlah keputusan penting. Salah satunya, pentingnya memperhatikan akhlak dan etika NU dalam menjalankan roda organisasi.
Seperti diketahui, PWNU Jatim menggelar Rapat Pleno dan Musyawarah Alim Ulama di Pondok Pesantren Sunan Bejagung Tuban, asuhan KH Abdul Matain Jawahir, Rabu (30/3/2022). Kegiatan itu juga dihadiri Forkompimda Provinsi Jatim dan Kabupaten Tuban.
Tak hanya itu, sejumlah tokoh NU Jatim juga turut hadir dalam musyawarah tersebut, seperti Rais Syuriyah PWNU Jatim KH Anwar Manshur, KH Moh. Hasan Mutawakkil Allallah, Prof KH Ali Maschan Moesa, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar dan jajarannya.
Dalam musyawarah tersebut, Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim KH. Moh Hasan Mutawakkil Alallah, membahas keumatan dan kebangsaan yang terbagi dalam empat komisi. Yaitu, Komisi Pendidikan, Pengkaderan dan Sumber Daya Manusia, Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan.
Berikutnya, Komisi Ekonomi dan Kemandirian, Komisi Media dan Literasi Dakwah. Selain itu, ada pembahasan khusus dalam Forum Musyawarah Alim Ulama PWNU Jatim, sampai menghasilkan 8 poin penting dalam musyawarah para alim ulama NU tersebut.
Delapan poin penting tersebut adalah:
1. Diinstruksikan agar PWNU Jatim, tidak mengambil sikap, keputusan dan langkah yang berujung ketidakpatuhan terhadap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Hal itu dinilai tidak sesuai dengan akhlak dan etika Nahdlatul Ulama.
2. PWNU Jatim tidak mengambil keputusan dan langkah politik apapun yang terkait dengan politik kekuasaan dan hendaknya lebih memikirkan kemaslahatan umat dan pondok pesantren.
3. Memohon kepada PBNU agar membuka forum dialog dengan Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas, DPR RI khususnya Komisi VIII DPR RI mengenai poin-poin Rancangan Undang-undang Sistem Pendikan Nasional (Sisdiknas) yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan agama Islam.
4. Memohon kepada PBNU sebagai mandataris Muktamar ke-34 NU di Lampung agar segera memastikan sistem Ahlul Halli Wal-Aqdi (AHWA) yang akan diberlakukan dalam setiap konferensi dan muktamar tanpa menunggu keputusan munas dan kombes mendatang.
5. Pelaksanaan penerapan sistem AHWA di Jatim berdasarkan keputusan rapat gabungan yang dilaksanakan di Ponpes Lirboyo pada 28 Desember 2021 tentang pemberlakuan sistem AHWA untuk pemilihan rais syuriah dan ketua tanfidziyah telah diberlakukan dalam beberapa konferensi cabang di Jatim.
6. PWNU Jatim memberikan arahan bahwa dalam menerapkan toleransi beragama, tidak mengarah pada toleransi agama, sehingga berakibat terhadap pengkaburan prinsi-prinsip aqidah dari masing-masing agama.
7. PWNU Jatim memohon kepada PBNU untuk mengusulkan kepada Menteri Agama RI, untuk menunda pemberlakuan kriteria Imkanur Rukyah neo-MABIMS yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi bulan 6,4 derajat karena belum masifnya sosialisasi kriteria baru sehingga dikhawatirkan menimbulkan keresahan umat Islam.
8. Merespon Tausyiyah dari Rais Syuriyah PWNU Jatim dalam Musyawarah Alim Ulama NU Jatim agar, forum dalam Rapat Pleno PWNU Jatim ini melaksanakannya sesuai dengan bidang masing-masing.
“Diinstruksikan kepada PWNU Jatim, agar tidak mengambil sikap, keputusan, dan langkah yang berujung ketidakpatuhan ke PBNU, dikarenakan hal itu tidak sesuai dengan akhlak dan etika NU,” kata Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Moh. Hasan Muwatakkil Alallah, Kamis (31/3/2022).
Dalam musyawarah itu, lanjut Kiai Mutawakkil, PWNU Jatim menegaskan jika tidak mengambil sikap keputusan, dan langkah politik apapun terkait dengan politik kekuasaan dan hendaknya lebih memikirkan kemaslahatan umt dan pondok pesantren.
“Memohon kepada PBNU membuka forum dialog dengan Presiden, khususnya Komisi VIII DPR RI mengenai poin Rancangan Undang-Undang Sistem Pendikan Nasional yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan agama islam,” tutur Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong ini. (*)
Editor : Ikhsan Mahmudi
Publisher : A. Zainullah FT