Pasuruan,- Tim Advokasi korban Gagal Ginjal Akut anak di Kabupaten Pasuruan, akan melayangkan surat somasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Surat somasi itu dilayangkan karena kurangnya perhatian dari pemerintah kepada korban gagal ginjal akut.
Mohamad Sholeh, kuasa hukum Sufian Sauri, orang tua korban gagal ginjal akut di Kabupaten Pasuruan mengatakan, kasus gagal ginjal ini tidak ada perhatian dari pemerintah.
Untuk kasus kanjuruhan, Presiden datang langsung memberi santunan kepada korban. Sementara dalam kasus gagal ginjal akut, justru tidak tampak ada perhatian.
“Bupati tidak hadir, Gubernur tidak hadir, apalagi berharap pemerintah pusat, yang hadir itupun cuma perwakilan dinas kesehatan kabupaten Pasuruan yang datang bela sungkawa membawa uang Rp1,5 Juta,” kata Soleh saat di rumah orang tua korban, Desa Kebunrejo Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (12/11/22).
Menurut Sholeh, bagi keluarga, hal itu tentu bukan soal uang, yang paling penting adalah bentuk perhatian. Bagaimana kasus gagal ginjal akut ini tidak hanya kesalahan perusahaan farmasi, tapi juga ada peranan kesalahan pemerintah.
“Karena farmasi memproduksi itu atas izin BPOM. Disinilah kesalahan BPOM tidak melakukan pengawasan,” ujarnya.
Oleh karena itu, dijelaskan Soleh, pihaknya akan mengirim surat somasi kepada Presiden. Surat somasi tersebut, rencananya akan dikirim, Senin besok, (14/11/202).
Dalam surat somasi, pihak orang tua korban gagal ginjl akut meminta Presiden supaya menekan BPOM untuk mempunyai rasa tanggung jawab kepada para korban.
Selain itu, juga meminta kepada Presiden untuk menekan kepada perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan sirup yang tercemar zat kimia yang menyebabkan gagal ginjal akut untuk memberikan ganti rugi.
“Kenapa, saya meminta seperti itu, mestinya Presiden Jokowi ini belajar dari kasus Lapindo. Pada saat Lapindo rame Presiden SBY menekan kepada PT Lapindo Brantas untuk memberikan ganti rugi, buka opsi laporan polisi, bukan opsi untuk menggugat perusahaan,” jelasnya.
Baginya, Peresiden mempunyai hak dan kewenangan untuk menekan perusahaan-perusahaan farmasi ini. Karena perusahaan farmasi punya banyak keuntungan yang besar sekali. Maka sangat wajar peeusahaan farmasi memberikan ganti rugi kepada korban.
“Kita sadar, hukum itu dibolak-balik. Saya khawatir kalau hukumnya dikedepankan, malah nanti bebas dari pengadilan, kalau bebas dari pengadilan, maka korban tidak akan pernah menerima ganti rugi.”
Prinsipnya bagi orang tua korban nyawa itu tidak bisa dinilai dengan uang, tetapi dengan kondisi saat ini tidak ada perhatian dari pemerintah, tidak ada permintaan maaf dari perusahaan farmasi.
“Ini membuat kesedihan para orang tua korban bertambah,” pungkasnya. (*)
Editor: Efendi Muhammad
Publisher: Zainul Hasan R