Probolinggo – Tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo menjadi sorotan dari sejumlah pihak, mulai dari Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Probolinggo, hingga dari dokter anak. Pasalnya, pernikahan dini tersebut sangat berpotensi menyumbang perkembangan stunting.
Sepanjang 2022 lalu, terdapat 1.137 pernikahan dini. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dikabulkannya permohonan anak di bawah umur untuk melangsungkan pernikahan oleh Pengadilan Agama (PA) Kraksaan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) setempat, dr. Anang Budi Yoelijanto mengatakan, kedewasaan anak di bawah umur masih belum matang untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Hal ini tentu akan berdampak pada cara mendidik anak yang akan kurang maksimal.
Sehingga, penanganan anak yang kurang maksimal tersebut akan memicu adanya anak stunting.
Selain hal tersebut, pria yang juga merupakan dokter anak tersebut menyampaikan, keadaan ekonomi dari anak di bawah umur, biasanya tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan anak, sehingga jika asupan gizi anak tidak tercukupi, potensi adanya stunting akan semakin besar.
“Betul, sangat berisiko stunting. Makanya kami harap tunda dulu keinginan menikahnya sampai betul-betul siap, baik dari segi kedewasaan maupun dari segi ekonominya,” katanya, Kamis (5/1/2022).
Sementara itu, Sekretaris Dinkes setempat, Mujoko mengatakan, sejatinya sebab utama adanya stunting ini bisa berasal dari sejumlah faktor. Mulai dari ketidakmauan, ketidaktahuan, dan ketidakmampuan (3T).
Dan sejumlah faktor tersebut sangat berpotensi terjadi pada pernikahan di bawah umur.
“Pernikahan dini memang sangat berisiko. Karena biasanya ketidakmampuan, mau, tahu, itu yang terjadi. Tapi kalau itu bisa di atasi, bagus. Tapi untuk menuju ke sana kan perlu kerja sama semua pihak,” ujarnya.
Di lain sisi, Kepala Kantor Kemenag, Akhmad Sruji Bahtiar mengatakan, tidak akan segan-segan memberikan sanksi jika terdapat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) atau pun penghulu yang tanpa prosedural menikahkan anak di bawah umur. Pasalnya, selain berpotensi menyumbang angka stunting, pernikahan di bawah umur juga berpotensi menyumbang angka perceraian.
“Jangan menikahkan pasangan pengantin yang di bawah 19 tahun. Kalau sampai itu terjadi maka kepala KUA dan penghulu harus bertanggung jawab, karena itu tidak menegakkan aturan. Tapi kalau ada Dispensasi Kawin dari pengadilan maka tidak ada dasar bagi KUA untuk tidak melakukan,” tegasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.