Probolinggo,- Kabupaten Probolinggo menjadi satu dari sejumlah daerah di Jawa Timur (Jatim) yang angka pernikahan dininya cukup tinggi. Daerah yang beribu Kota Kraksaan tersebut menjadi “juara” tiga se-Jatim dalam kasus pernikahan di bawah umur.
Terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tak bisa dipungkiri sebagai salah satu sebab tingginya pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur. Dengan adanya UU tersebut, kini anak yang berusia di bawah 19 tahun dianggap masih belum cukup umur untuk menikah.
Sebelumnya, perempuan yang sudah berusia 16 tahun sudah bisa menikah. Tingginya pernikahan di bawah umur di Kabupaten Probolinggo dapat dibuktikan dengan 1.137 anak yang dikabulkan permohonan Dispensasi Kawin (DK) nya oleh Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Kraksaan.
Mereka harus mengajukan DK karena usianya masih di bawah 19 tahun. Sebab, tanpa DK tersebut, petugas Kantor Urusan Agama (KUA) tidak akan mau mencatat pernikahannya.
Panitera Muda Hukum PA Kraksaan Syafik’udin mengatakan, perkara DK memang menjadi yang terbanyak kedua yang ditangani pihaknya sepanjang 2022. Setiap bulannya, jumlahnya pun terbilang banyak.
Bahkan, dalam sebulan bisa 100 anak yang meminta permohonan untuk menikah dini.
“Dengan jumlah yang mencapai 1.100 lebih, artinya rata-rata setiap bulan hampir mencapai 100 kasus yang kami tangani,” katanya, Rabu (18/1/2023).
Syafik’udin mengungkapkan, selain keinginan dari calon pasangan suami istri (pasutri) muda tersebut, mayoritas faktor tingginya pernikahan dini disebabkan keinginnan para orangtuanya. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya tindakan yang melanggar norma agama dan sosial jika tidak segera dinikahkan.
“Contoh, mereka tunangan, tapi sering ketemuan atau sering terlihat berboncengan. Akhirnya orangtuanya itu memutuskan untuk segera menikahkan,” ujarnya.
Tingginya pernikahan dini ini pun mendapatkan respon dari Kementerian Agama (Kememag) Kabupaten Probolinggo. Sebagai pihak yang berwenang mencatat pernikahan, kemenag menilai, tingginya pernikahan di bawah umur di Kabupaten Probolinggo membutuhkan peran semua pihak untuk meminimalisasi.
“Untuk meminimalisir, ini menjadi tugas bersama, selain pemerintah, perlu ada peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga para orangtua,” papar Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Probolinggo, Akhmad Sruji Bahtiar.
Bahtiar berharap, semua pihak dapat mempunyai visi yang sama dalam rangka menekan angka pernikahan dini tersebut. Pasalnya, pernikahan dini mempunyai sejumlah risiko.
“Selain berpotensi anaknya stunting, pernikahan dini ini sangat berpotensi menyebabkan perceraian,” ujarnya.
Ia juga menyebut, tingginya pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo juga tidak terlepas dari persoalan budaya yang hidup di masyarakat. Sejumlah masyarakat masih ada yang beranggapan bahwa remaja putri yang usianya mencapai 19 tahun belum menikah, dianggap sebagai perawan tua.
“Ayo budaya-budaya kalau 19 tahun itu sudah tua, itu dihilangkan. Makanya perlu semua elemen masyarakat untuk menyadarkan hal ini,” ucapnya.
Sebagai informasi, pernikahan di bawah umur di Jatim sepanjang 2022 tertinggi terjadi di Kabupaten Malang dengan 1.455 kasus, kemudian Kabupaten Jember dengan 1.395.
Sedangkan Kabupaten Probolinggo berada di peringkat tiga dengan 1.137 kasus.(*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.