Probolinggo – Pasangan suami istri (pasutri) asal Jalan Djuanda, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo berhasil membudidayakan selada dengan sistem hidroponik. Dalam sekali panen tanaman bernama Latin Lactuca sativa L itu beromset belasan juta rupiah.
Tanaman selada biasanya tumbuh atau ditanam di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau lokasi yang bersuhu dingin. Namun di tangan pasutri Fathurahman (70) dan Tutik Suhantini (67), selada ini berhasil dibudidayakan di dataran rendah.
Berlokasi di Jalan Serayu, Kelurahan Jrebeng Kulon, Kecamatan Kedopok, pasutri ini membudidayakan selada. Selada ditanam dengan sistem hidroponik dengan menggunakan pipa paralon. Paralon ditempatkan di sebuah bangunan dengan kerangka galvalum.
Budidaya selada yang dilakukan pasutri ini cukup mudah. Pertama, biji selada disemai pada gabus khusus selama satu minggu. Setelah tumbuh, selada tersebut dimasukkan ke dalam pipa paralon yang memiliki lubang di atasnya.
“Seminggu kemudian, selada yang sudah terlihat tumbuh kembali dipindahkan ke pipa paralon yang memiliki lubang di atas yang cukup besar. Di dalam pipa tersebut, ada air yang terus mengalir agar selada tersebut dapat tumbuh,” ujar Fathurahman.
Untuk perawatan selada ini cukup mudah. Yakni air atau PH air yang mengalir ke pipa paralon harus memiliki suhu 30 derajat. Jika suhu air di bawah 30 derajat, maka, air di bak penampungan harus ditambah.
Namun jika suhu air di atas 30 derajat, maka, pupuk cair yang dicampur di dalam bak penampungan harus di tambah.
Selain suhu air, jika selada sudah berumur satu bulan maka dibutuhkan pengawasan ekstra. Sebab selada di usia ini akan banyak serangga, khususnya belalang yang hinggap dan bertelur.
Jika tidak segera diusir, maka telur serangga akan menetas menjadi ulat dan akan memakan selada.
“Di lahan seluas 500 meter persegi ini, total ada 5 petak bangunan yang masing-masing bangunan memiliki panjang 10 meter dan lebar 2 meter, dengan satu bangunan bisa menampung 300 batang selada. Dan sejak menyemai hingga dipanen, selada ini membutuhkan waktu 1,5 bulan,” ujarnya.
Dalam sekali panen, untuk setiap kilo selada berisi dua hingga tiga batang dihargai Rp25 ribu. Jika ditotal untuk satu petak bangunan yang terdapat 300 batang selada, serta terdapat 5 petak bangunan, maka, dalam sekali panen, pasutri ini dapat mengantongi Rp12,5 juta.
Selama proses perawatan, Fathurahman bertugas mengontrol air serta memperbaiki jika ada kerusakan. Sedangkan sang istri bertugas mengawasi jika ada belalang atau memetik selada jika ada yang membusuk.
“Saat panen tiba, tengkulak langganan asal Pasuruan akan datang untuk membeli selada hasil panen budidaya yang saya kerjakan, sehingga saya tidak lagi bingung untuk mencari pembeli, atau memasarkannya,” imbuhnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.