Pasuruan,- Dalam rangka perayaan 1 abad NU di Jawa Timur, para ulama se Indonesia menggelar Bahtsul Masail Nasional di Pondok Pesantren (Ponpes) Canga’an di Kelurahan Gempeng, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Sabtu (4/1/2023).
Bahtsul Masail ini dipimpin langsung oleh Wakil Rais ‘Aam PBNU, Dr KH Afifuddin Muhajir dan Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, KH Mahbub Maafi.
Bahtsul Masail ini juga diikuti via zoom oleh Menko PMK, Muhajir Effendy, anggota Watimpres RI, Mayjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Ninik Wafiro serta ratusan ulama dari berbagai penjuru Indonesia.
Dalam Bahtsul Masail tersebut ada beberapa hal yang akan dibahas. Salah satunya adalah tentang Rancangan Undang-undang (RUU) untuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Sebenarnya ada baberapa isu yang renacanaya kita bahas hari ini, salah satunya rancangan undang-undang pengawasan obat dan makanan,” kata Ketua LBM Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mahbub Maafi.
Menurut Maafi, pembahasan rancangan undang-undang pengawasan obat dan makanan dalam Bahtsul Masail sangat diperlukan karena ada sesuatu hal yang urgen dan mendesak.
Pasalnya beberapa waktu lalu, kasus gagal ginjal akut menimpa ratusan anak di Indonesia. Hal itu menjadi perhatian LBM PBNU, terutama saat produk sudah beredar (posmarket).
“Jadi ini perlu penguatan, karena melihat beberapa kasus yang terjadi belakangan ini terbukti ada obat-obatan yang memang sudah ada izin BPOM dan dari dokter tapi menimbulkan masalah, ada persoalan setelah beredar, ini pengawasannya agak lemah,” urai Maafi.
Dalam konteks ini, dijelaskan Maafi, pihaknya tidak semerta-merta menyalahkan BPOM. Melainkan karena sistem yang bisa jadi kurangnya ruang untuk melakukan pengawasan.
“Untuk rekomendasi lihat nanti hasil dari Bahtsul Masail ini. Tapi saya lihat dari masukan yang ada memang kebanyakan mayoritas memberikan dukungan untuk segera mengesahkan RUU tersebut,” jelasnya.
Sekedar diketahui, dalam forum pemecahan masalah kontemporer ini, juga membahas tentang konsep Al-I’anah ‘Ala al-Ma’shiyah (larangan membantu perbuatan kemaksiatan).
Beberapa isu sensitif bisa dijadikan sebagai contoh. Misalnya seorang muslim bekerja di rumah milik non-muslim dimana salah satu pekerjaannya adalah membersihkan perabotan dapur yang tersentuh makanan najis seperti babi, menjadi tukang dalam pembangunan gereja, hingga bekerja sebagai kurir dari perusahan minuman keras.
“Pembahasan ini berawal dari dilema para kerja muslim, yang bekerja misal di pabrik bir atau di pabrik-pabrik yang secara syariat islam tidak diperbolehkan, namun mereka menggantungkan hidup disana,” pungkas Maarif. (*)
Editor: Mohamad S
Publisher: A. Zainullah FT