Menu

Mode Gelap
Anggota KPPS di Pasuruan Dukung Paslon saat Kampanye Akbar, KPU Siapkan Sanksi Hari Tenang, Pencopotan APK di Kabupaten Pasuruan Digencarkan Memasuki Masa Tenang, Bawaslu Lumajang Maraton Bersihkan APK Paslon Dua Sekawan Spesialis Pembobolan Rumah Digulung Polisi Hari Tenang, Bawaslu Kota Probolinggo Sapu Bersih APK Paslon Jadi Langganan Banjir, Pemkab Lumajang Segera Normalisasi Sungai Banter

Religi & Pesantren · 7 Feb 2023 20:44 WIB

Sholawat Uhudiyah jadi Primadona Nahdliyin, Ternyata Penciptanya Orang Lumajang


					Almarhum KH. Adnan Syarif, Lc. M.A. Perbesar

Almarhum KH. Adnan Syarif, Lc. M.A.

Lumajang,- Sholawat Uhudiyah nyaris selalu dilantunkan dalam setiap kegiatan yang digelar Nahdlatul Ulama (NU). Tak terkecuali dalam perayaan Resepsi 1 Abad NU, yang puncaknya berlangsung di Gelora Delta Sidoarjo, Selasa (7/2/23).

Siapa sangka, sholawatan kebanggaan nahdliyin (warga NU, red) ini ternyata merupakan karya ulama kesohor asal Kabupaten Lumajang, Alm. KH. Adnan Syarif. Kiai Adnan tercatat sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Kiai Syarifuddin Desa Wonorejo, Kecamatan Kedungjajang.

Konon, syair sholawat ini dibuat atas permintaan dari Ketua Umum PBNU periode 1984 – 1999 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur kala itu gelisah dengan perkembangan perilaku masyarakat Indonesia termasuk para tokoh agama yang cenderung pragmatis.

Sholawat Uhudiyah sengaja diminta untuk masyarakat khususnya para kiai, agar bisa mengingat perjuangan berdarah Nabi Muhammad SAW dalam perang uhud.

Ketua Yayasan Pondok Pesantren Kyai Syarifudin, KH. Dr. Abdul Wadud Nafis mengatakan, diciptakannya Sholawat Uhudiyah agar masyarakat Indonesia khususnya warga nahdliyin sadar bahwa setiap perjuangan tidaklah mudah.

“Perang paling fenomenal dalam sejarah penyebaran islam ini kan perang uhud. Kita dilihatkan gambaran pragmatisme umat muslim saat itu yang berakibat kekalahan perang. Ini yang dirasakan Gus Dur saat beliau melihat bangsa ini,” kata Gus Wadud, Selasa (7/2/2023).

Gus Wadud menceritakan, bahwa pada saat menciptakan syair Uhudiyah, KH. Adnan Syarif tidak pernah meninggalkan mushola kecil di kompleks Ponpes Syarifudin selama tujuh hari lamanya. Bahkan, ia tidak berkenan untuk ditemui siapapun termasuk keluarga dan para santrinya.

“Saya ingat waktu itu Dzulhijjah, mulai hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) ditambah empat hari setelahnya beliau tidak keluar sama sekali. Tidak mau diganggu oleh siapapun saat membuat syair tersebut,” cerita Gus Wadud.

Pada saat itu, rupanya bukan hanya Kiai Adnan saja satu-satunya orang yang menyodorkan syair sholawat Uhudiyah kepada Gus Dur. Namun, semua syair buatan ulama dan sastrawan kala itu ditolak Gus Dur.

“Nek koyok ngene aku yo iso gawe dewe (kalau seperti ini syairnya aku juga bisa buat sendiri),” tutur Gus Wadud menirukan perkataan Gus Dur saat menolak usulan syair sholawat uhudiyah buatan para kiai dan sastrawan.

Bahkan, kata Gus Wadud, ada sikap istimewa dari Presiden RI ke 4 itu ketika melihat karya Kiai Adnan.

Menurutnya, setelah membaca syair Uhudiyah karangan kiai yang wafat Senin (23/11/2020) itu,Gus Dur yang notabene juga seorang ahli bahasa langsung menyetujuinya.

Setelah karangan syairnya disetujui, Kiai Adnan pun kemudian pulang dan langsung menulis ulang rancangan syair sholawat Uhudiyah yang telah mendapatkan persetujuan dari Gus Dur.

Pesan dan Isi Sholawat Uhudiyah Karangan KH. Adnan Syarif

Sholawat Uhudiyah yang berjumlah 22 bait syair berbahasa arab ini berisi sholawat dan salam yang dipanjatkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dilanjutkan dengan tawasul (mendekatkan diri dengan perantara) kepada para pejuang perang uhud, Nahdlatul Ulama dan para kiai pendiri NU.

“Dalam tradisi NU diyakini boleh tawasul kepada nabi maupun orang sholeh. Tawasul ini diyakini bisa melancarkan doa kita agar segera dikabulkan oleh Allah,” jelas Gus Wadud.

Selain itu, sholawat Uhudiyah juga menceritakan kondisi carut marutnya perang uhud untuk dijadikan peringatan untuk kaum muslim.

Gus Wadud menuturkan, ada beberapa pesan yang ingin disampaikan Kiai Adnan dalam karya sastranya yakni, kesulitan pasti akan mendatangi seseorang yang sedang berjuang.

Bisa dikatakan, syair ini berpesan agar manusia tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai kesulitan yang menghadangnya.

“Namanya perjuangan itu pasti banyak menghadapi kesulitan. Kadang-kadang dalam perjuangan NU itu sepertinya kalah tapi dibalik itu ada kemenangan yang kita tidak tahu,” wanti Gus Wadud.

Hampir DO saat Kuliah di Arah Saudi
Gus Wadud menceritakan, Kiai Adnan Syarif memiliki kelebihan dalam menghafalkan sebuah tulisan secara tekstual.

Namun kelebihan itu, justru hampir mengantarkannya dikeluarkan atau Drop-Out (DO) dari Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud di Riyadh, Saudi Arabia.

Kala itu, Kiai Adnan muda dianggap mencontek saat ujian lantaran jawaban yang dituliskannya di lembar ujian persis seperti yang tertera di kitab sampai ke bagian detil seperti titik dan koma.

Kiai Adnan lantas mengelak dan meminta ujian ulang secara pribadi dengan dosennya di ruangan dan soal yang berbeda.

Lagi-lagi, Kiai Adnan mampu menuliskan seluruh jawaban dalam soal ujian persis dengan kitab yang tengah dipelajari. Sang dosen pun langsung mengakui kealiman Kiai Adnan.

“Kiai Adnan itu hafalannya tekstual. Beliau sempat mau di-DO saat kuliau di Riyadh gara-gara dikira mencontek kitab karena jawabannya sama persis dengan kitab sampai ke titik komanya. Tapi saat dites ulang terbukti kealiman beliau dan menjadi mahasiswa terbaik disana,” ungkap Gus Wadud.

Antarkan Putra Lumajang Juara Lomba Menulis Tingkat Asia
Berkah sholawat Uhudiyah karangan Kiai Adnan Syarif pernah dirasakan salah satu santrinya yang bernama Anwar Syam, asal Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.

Saat itu, Anwar menghadap Kiai Adnan dan menyampaikan kepadanya untuk umroh ke tanah suci. Mendengar hal itu, Kiai Adnan lantas memerintahkan Anwar untuk latihan menulis sholawat uhudiyah.

Tidak disangka, tiga tahun setelah itu, Anwar memenangkan lomba menulis tingkat asia dan meraih juara pertama yang berhadiah umroh.

“Dia (Anwar) menangis berjam-jam saat ziaroh ke Gunung Uhud itu, mengingat permintaan Kiai Adnan yang menyuruhnya menulis sholawat uhudiyah sampai bisa pergi umroh,” tambahnya.

Kiai Adnan Menghidupkan Kembali NU di Lumajang
Kecintaan Kiai Adnan kepada NU tidak perlu diragukan. Dia lah yang menghidupkan kembali NU di Kabupaten Lumajang setelah sempat lama tertidur.

Kiai Adnan menjabat sebagai ketua PCNU Kabupaten Lumajang periode 1993 – 1998. Saat itu, NU di Lumajang berada pada masa-masa sulit.

Dinamika politik pada masa orde baru menempatkan NU pada barisan yang kerap mengkritik pemerintah. Sehingga, NU akhirnya dipinggirkan oleh penguasa saat itu.

Kondisi sulit yang dihadapi NU saat itu dirasakan merata mulai Pengurus Besar (PB), Pengurus Cabang (PC) hingga Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Pengurus Ranting (PR).

Kehadiran Kiai Adnan sebagai ketua PCNU Lumajang, ternyata mampu membangkitkan lagi kiprah NU di kota pisang. Ia berhasil membangun hubungan baik dengan Pemerintah Kabupaten Lumajang, yang saat itu dipimpin Akhmad Fauzi.

Salah satu peninggalan Kiai Adnan bagi NU adalah terbangunnya Gedung NU Kabupaten Lumajang yang masih berdiri megah sampai saat ini.

“Beliau itu kemampuan diplomatisnya luar biasa, bukan lagi kelas Lumajang. Sehingga saat beliau jadi tanfidziyah PCNU, selain bisa menghidupkan lagi juga mampu menyatukan MWC sampai membangun Gedung NU itu,” urai Gus Wadud.

Selain itu, sosok Kiai Adnan Syarif sangat dekat dengan Gus Dur. Kedekatan dua tokoh ini terjalin saat keduanya sama-sama nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Kealiman Kiai Adnan muda sudah masyhur di kalangan santri Pesantren Tebu Ireng. Banyak santri yang belajar membaca kitab darinya, bahkan bukan hanya satu atau dua santri yang belajar.

Menurut Gus Wadud, Kiai Adnan saat mulai nyantri di Ponpes Tebu Ireng, ia sudah mengajar disana. Kala itu, usianya masih sangat muda seusia anak yang duduk di bangku SMP.

“Jadi beliau ini sangat dekat dengan Gus Dur karena memang dulu lama nyantri di Jombang. Dulu beberapa hari setelah lengser, Gus Dur datang ke Wonorejo, ini jadi bukti kedekatan beliau dengan Gus Dur,” ceritanya.

Selain itu, Kiai Adnan dikenal sebagai sosok yang sangat istiqomah dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah. Sejak kecil, Kiai Adnan tidak pernah meninggalkan shalat hajat dan shalat berjamaah.

Selain itu, Kiai Adnan juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk mengajar para santri-santrinya di pondok pesantren dengan tepat waktu.

“Keistiqomahan beliau ada dua, satu shalat jamaah dan satunya mulang (mengajar ngaji). Makanya santri Syarifudin itu kalau sudah pulang ke rumah kembali ke masyarakat itu hukumnya wajib untuk mulang. Jika tidak mampu mulang masyarakat minimal mulang anaknya sendiri,” ujar Gus Wadud.

Kiai Adnan Syarif meninggal dunia pada 23 November 2020 diusianya yang ke 69 tahun. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Kyai Syarifudin Lumajang. (*)

 

Editor: Mohamad S
Publisher: Zainullah FT

Artikel ini telah dibaca 35 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Era Baru NU Kota Probolinggo Dimulai, Tiga Pilar jadi Spirit Gerakan

27 Oktober 2024 - 19:22 WIB

MUI Kab. Probolinggo Sebut Agen Zionisme Berkeliaran, Warga Diminta Waspada

29 Juli 2024 - 19:33 WIB

Ratusan Jamaah Haji Kota Probolinggo Tiba, Pj. Walikota Beri Pesan Begini

4 Juli 2024 - 13:06 WIB

Pura Mandhara Giri Semeru Agung tak Kecipratan APBD, Pimpinan Dewan Semprot Pemkab Lumajang

30 Juni 2024 - 19:54 WIB

Jamaah Haji Kota Probolinggo Dijadwalkan Tiba di Tanah Air 4 Juli 2024

27 Juni 2024 - 14:55 WIB

Jumlah Hewan Kurban di Probolinggo Berkurang, Perputaran Uang pun Turun

21 Juni 2024 - 22:38 WIB

Masya Allah! Berada di Pinggir Pantai, Sumur Kiai Mino Berasa Tawar

19 Juni 2024 - 19:57 WIB

Jemaah Aboge di Leces Probolinggo, Gelar Idul Adha Hari ini

19 Juni 2024 - 09:53 WIB

Pastikan Pemotongan Hewan Kurban Sesuai Syariat, MUI Kota Probolinggo Cek RPH

18 Juni 2024 - 16:46 WIB

Trending di Religi & Pesantren