Probolinggo – Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi penyakit.
Salah satu hewan yang tergolong sebagai perantara penyebaran leptospirosis adalah tikus. Di Kabupaten Probolinggo, kasus ini sudah terjadi.
Penyakit tersebut, saat ini sedang menjadi atensi Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pasalnya sepanjang tahun ini sudah ada 249 kasus, sembilan di antaranya meninggal dunia. Bahkan, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sampai mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang Kewaspadaan Leptospirosis.
Begitu halnya dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo. Sepanjang 2023 ini sudah ada tiga pasien yang menderita leptospirosis. Bahkan dua di antaranya meninggal dunia.
Sekretaris Dinkes Kabupaten Probolinggo Mudjoko mengatakan, dengan adanya kasus, penting untuk meningkatkan proses deteksi dini yang dilakukan. Agar penyakit ini bisa terkendali.
“Kasus-kasus Lepto (Leptospirosis) jika kita ikuti, gejala-gejala awal ini sudah ada, greges panas. Kalau sudah punya gejala ini segera periksa, biar dapat dilakukan pemeriksaan lebih detail,” katanya, Rabu (8/3/2023).
Dengan deteksi tersebut, penanganan dapat betul-betul dilakukan. Sehingga kasus yang sampai menyebabkan pasien meninggal dunia, dapat diantisipasi.
“Apabila itu dilakukan, eksekusinya betul-betul pas. Yang tejadi (pasien meninggal, Red.) itu karena sudah terlambat, sudah 4-5 hari baru terdeteksi. Oleh sebabnya perlu ada dukungan dari warga, apabila ada gejala cepat melakukan pemeriksaan. Jangan menganggap biasa, kadang ada yang menganggap ini kasus biasa, pilek biasa. Akhirnya lambat,” paparnya.
Tak kalah penting, Mujoko juga menyebut, dalam proses pengendalian kasus leptospirosis, juga perlu memperhatikan lingkungan agar aman dari tikus. Hal ini menurutnya tidak dapat dilakukan hanya oleh pihak Dinkes. Perlu dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
“Pengendalian pada tikusnya ini tak kalah penting. Tapi bukan tikus curut itu. Melainkan tikus yang bulunya jenggrak-jenggrak. Sebab tidak semua tikus dapat mengandung Lepto,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Pegendalian dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Utamanya menjaga kebersihan tempat-tempat yang dapat menjadi sarang tikus.
“Dari hal sepele sebenarnya. Ada makanan di rumah, kemudian dikencingi tikus, tetapi orangnya tidak tahu. Kemudian dimakan. Itu sudah bisa terkena Leptospirosis. Kalau penyebaran dari manusia ke sesama manusianya belum ditemukan,” jelasnya.
Di Kabupaten Probolinggo sendiri wabah ini sempat menjadi endemis pada 2021. Di mana dari Januari-Maret 2021, enam kasus yang ditemukan, keenamnya berujung meninggal.
“Di Dringu itu endemis, sebab saat itu banjir. tikus banyak keluar ke permukiman warga. Sehingga, menjadi endemis. Untuk data Leptospirosis tahun 2022 lalu, ditemukan 16 kasus dengan lima meninggal dunia,” katanya. (*)
Publisher: Zainul Hasan R.