Probolinggo – Halal bihalal salah satu tradisi di Indonesia yang dilaksanakan usai bulan Ramadan. Halal bihalal dapat diartikan sebagai kegiatan sesudah bulan Ramadan yang dilakukan dalam suasana Idul Fitri dengan tujuan untuk saling bermaafan dengan sesama muslim.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halal bihalal adalah hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang.
Dikutip dari situs NU Online, diyakini istilah halal bihalal dicetuskan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah pada 1948. Kiai Wahab memperkenalkan istilah halal bihalal pada Presiden Soekarno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih berkonflik.
Atas saran Kiai Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri tahun 1948, Presiden Soekarno mengundang seluruh tokoh politik datang ke Istana Negara untuk menghadiri acara silaturahim yang diberi judul ‘Halal bihalal.’ Dan hingga kini, istilah halal bihalal di Indonesia masih tetap digunakan untuk kegiatan kumpul-kumpul saat momen lebaran.
Dari hal tersebut, halal bihalal dapat dipastikan merupakan suatu kebiasaan khas masyarakat Indonesia. Dan, kegiatan halal bihalal kini sudah menjamur, baik di pedesaan, perkotaan, bahkan perkantoran.
Di Desa Sidodadi, Kecamatan Paiton terdapat keturunan dari Ahmad Miona yang menggelar halal bihalal pada Kamis (27/4/2023). Rumah Aminah (70) yang merupakan anak bungsu dari Ahmad Miona dipilih menjadi lokasi pertemuan.
Sedari pagi, secara bergantian, keturunan dari Ahmad Miona mendatangi lokasi acara yang berada di Dusun Kalianyar desa setempat. Tak hanya berasal dari Sidodadi, Kecamatan Paiton, keluarga Ahmad Miona juga ada yang berasal dari luar kota, Seperti Mojokerto, hingga Banyuwangi.
“Saya ini delapan bersaudara, dan sekarang yang tersisa hanya saya, saudara-saudara saya semuanya sudah meninggal,” kata Aminah.
Dalam kegiatan halal bihalal ini, digelar acara tahlil dan doa bersama untuk almarhum Ahmad Miona. Setelah itu, semua sanak famili saling bersalaman dan saling bermaaf-maafan.
Aminah, juga menyiapkan makanan bagi para keluarga yang sudah datang. Mereka pun makan bersama setelah acara salam-salaman dan maaf-maafan selesai.
Tak berhenti di situ, mereka kemudian berjalan menuju pemakaman umum di desa setempat, tempat Ahmad Miona dimakamkan. Setelah berjalan kurang lebih 300 meter, mereka tiba di lokasi pemakaman, ratusan keturunan dari Bani Miona itu pun mengelilingi makam leluhurnya itu. Mereka khusuk memanjatkan doa.
Safi’in salah satu cucu Ahmad Miona yang kini berdomisili di Muncar, Banyuwangi, mengaku, senang dengan adanya kegiatan rutin halal bihalal tersebut. Pasalnya, dengan kegiatan tersebut, ikatan kekeluargaan bisa terus terjaga dan bisa menjadi ajang silaturrahim akbar.
“Dengan begini, keluarga bisa tetap ketemu, tidak hilang. Jadi terkait jarak, ini bukan menjadi soal buat saya,” paparnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.