Pasuruan,- Ummu Fatimah Qomariyah (20) mahasiswa asal Indonesia yang terdampak perang di Sudan tiba dengan selamat di rumah orang tuanya, Gang Jambangan 2, Kelurahan Purworejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan.
Mahasiswi asal Indonesia yang belajar di International University of Africa (UIA) Sudan itu menceritakan pengalamannya saat berada di kawasan benua Afrika itu.
Fatimah mengaku sangat ketakutan, lantaran peluru terus menerus ditembakkan ke lingkungan sekitarnya. Selain itu, ia hidup di tengah kondisi yang sangat terbatas, bahkan makanan dan air minum sulit didapatkan.
Bahkan meski sudah di tanah air, Ummu fatimah mengaku masih merasa ketakutan dan trauma jika teringat dengan peristiwa mengerikan yang terjadi di dekat kampusnya.
“Kampusnya itu berada di zona merah, sehingga dari belakang, kanan, kiri ada serangan,” kata Fatimah, Selasa (2/5/23).
Meskipun demikian, Ummu Fatimah dan semua mahasiswa Indonesia yang berada di tempat tersebut selamat. Tidak ada mahasiswa yang menjadi korban, baik luka maupun meninggal.
“Korban dari kami tidak ada, tapi tempat yang kami tempati sempat ada peluru nyasar dan kaca pecah,” jelasnya.
Ummu Fatimah dan mahasiswa Indonesia lainnya berhasil dikeluarkan dari Sudan. Mahasiswi yang mendapat beasiswa dari Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogjakarta ini dievakuasi oleh relawan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) bersama Kedubes RI saat pagi buta, sekitar pukul 03.00 waktu Sudan.
Ada sekitar 800an mahasiswa Indonesia yang belajar di Sudan. Evakuasi kloter pertama ada sekitar 180an mahasiswa yang dievakuasi dan diutamakan perempuan dan ibu hamil.
Proses evakuasi kloter pertama ratusan mahasiswa UIA ini berlangsung menegangkan. Dia harus keluar kampus menyebrang melewati perkampungan warga yang masuk zona merah perang Sudan.
Ratusan mahasiswa ini melewati zona merah perang dalam kondisi gelap gulita karena kondisi listrik sedang padam.
“Gak ada listrik dan gak boleh nyalain senter, takutnya kelihatan terus malah dicurigai,” jelasnya.
Setelah sampai di asrama PPI, para mahasiswa harus menunggu selama lima jam hingga bis datang. Dari 16 bis yang dipesan, hanya 4 bis yang menyanggupi untuk menjemput mahasiswa.
Setelah naik bus, rombongan melawati kepungan tentara yang berjaga di sepanjang jalan. “Sekitar 5 kali kita diberhentikan tentara, terus tentaranya masuk memeriksa barang bawaan penumpang, bahkan bis terakhir disuruh putar balik oleh tentaranya,” cerita Ummu.
Berselang 16 jam, rombongan bus evakuasi kloter pertama sampai di pelabuhan Port Sudan. Dari Port Sudan, rombongan mahasiswa menaiki kapal laut selama 20 jam menuju Jeddah, Arab Saudi.
“Selama perjalanan ke Jeddah, kita dikawal kapal tentara Sudan. Baru pada Selasa, 25 April 2023, rombongan mahasiswa kloter pertama sampai di Jeddah,” papar mahasiswi berhijab ini.
Setelah menginap semalam, rombongan mahasiswa diterbangkan dari Jeddah dan baru sampai ke Jakarta pada Sabtu, 29 April 2023. Kemudian ke-esokan harinya, Ummu Fatimah sampai ke Surabaya disambut Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
“Saya sangat bersyukur bisa kembali ke rumah dengan selamat. Selama di Sudan, kami merasakan ketakutan yang luar biasa. Sering gemeteran dengan suara bom dan sura rudal-rudal di sekitar kami,” ujarnya.
Nurul Qomariyah, ibu Ummu Fatimah mengaku sangat bersyukur anaknya dapat diselamatkan dan dievakuasi dari daerah konflik. Sebelumnya, pihak keluarga gelisah setelah anaknya memberi kabar jika di dekat kampusnya terjadi perang antara militer dan paramiliter Sudan.
“Pertama dengar kabar ya gelisah, sahur saja tidak bisa masuk nasi itu, ayahnya juga gitu, duduk bersila pegang HP nunggu kabar dari anaknya. Karena kan anaknya WA ketakutan terus. Setelah dapat kabar sudah sampai Jeddah, baru kami lega,” ujarnya. (*)
Editor: Mohamad S
Publisher: Zainul Hasan R