Probolinggo – Tubuhnya kurus, tak segagah masa mudanya dulu. Namun, semangatnya untuk menunaikan ibadah haji tak pernah padam.
Perjalanan ibadah haji Kakek Pardi (92), warga Dusun Krajan, Desa/Kecamatan Pakuniran dijadwalkan berangkat pada pertengahan bulan ini. Di usianya yang sudah senja, dengan tongkatnya yang terbuat dari kayu, ia berjalan secara perlahan menuju ke ruang tamu.
Dari hal tersebut, sudah terlihat jelas bahwa kondisi fisiknya tak lagi bugar seperti remaja belasan tahun. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan semangatnya untuk menunaikan ibadah haji.
“Mulae deri ngodeh, pangaterroknah kuleh tero depa’ah ka tana socceh sanpon toah (mulai dari muda, cita-cita saya memang ingin ke tanah suci saat tua, Red.),” katanya.
Kakek Pardi pun menyadari, kondisinya fisiknya memang kurang baik. Terlebih, saat dikunjungi, kondisinya memang sedang sakit.
Namun hal ini sama sekali tidak menyurutkan semangatnya untuk berangkat haji.
“Semangken sakek, nyiloh cetak, plengngen. Keng sanpon nginum Oskadon pendenan. Mangkanah kuleh tak bu-ambu se adu’a makle eparengih sehat sareng gusteh Allah SWT (Sekarang sakit, kepala nyilu, pusing. Tapi setelah minum Oskadon mendingan. Makanya saya tidak berhenti berdoa agar diberikan kesehatan oleh Allah SWT, Red.),” ujarnya.
Menjelang keberangkatannya ke tanah suci, tak banyak persiapan yang dilakukan oleh lansia dengan enam orang anak ini. Bahkan, obat-obatan yang nanti akan dibawanya, hanya obat-obatan yang ia beli di toko klontong dekat rumahnya.
“Obet ngibe’eh oskadon nikah pon bik obet getel gen sebuen neng tatanggheh. Kan kedik bede dokterrah san ning Mekkah (obat mau Oskadon itu sudah dengan obat gatal seharga Rp1.000 di tokonya tetangga. Nanti kan ada dokternya ketika di Mekkah, Red.),” ucapnya dengan suara beratnya.
Kakek Pardi menyadari, salah satu rukun haji adalah melaksanakan thawaf. Sebuah aktivitas yang mengharuskan mengelilingi kakbah.
Oleh sebabnya, ia pun rutin saban paginya berjalan kaki dari rumahnya ke pelataran sawah yang lokasinya tak begitu jauh dari rumahnya. Jaraknya sekitar 100 meter.
“Ka sabe ben lagghuh. Olle separoh Ambu, to’ot sakek. Sanpon nyaman, jelen pole (Ke sawah setiap pagi. Setengah jalan berhenti, lutut sakit. Ketika enak, jalan lagi,” ujarnya.
Sambil menghaturkan minuman, kakek pardi yang duduk di kursi kayu ruang tamunya melanjutkan pembicaraan, saat ini ia tengah berhenti merokok. Padahal, merokok sudah ia lakukan sejak mudanya dulu. Hal ini ia lakukan demi menjaga kesehatannya ke tanah suci.
“Kekabbi senyoro ambu rokoan. Makle sehat can, gi ambu nika pon. (Semua nyuruh berhenti merokok. Katamya biar sehat, jadinya berhenti sudah,” ungkap dengan tawa yang tak begitu keras.
Kakek Pardi pun bersyukur, meski baru bisa mendaftar haji pada saat usianya memasuki 84 tahun, nyatanya ia dijadwalkan berangkat pada tahun ini. Ia baru bisa mendaftar haji di usianya yang sudah senja, lantaran pada masa mudanya ia fokus untuk bekerja dan menabung agar bisa mendaftar haji.
Diawali dengan senyum, ia menceritakan proses pendaftaran hajinya. Dari tabungannya hasil bekerja, dan dari penjualan dua rkor sapi miliknya, pada 2015 lalu ia pun memberanikan diri mendaftar haji.
Sebanyak Rp31 juta di bawanya saat itu. Ia tak memiliki dompet yang bisa menampung uang sebanyak itu, ia juga tak memiliki kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Uang tersebut dibawanya mendaftar, hanya dengan dimasukkan ke gulungan sarung yang dipakainya.
“Siap pon pesse, epegennak bik kuleh Rp31 juta. Tel-buntel esarong nikah. Dedih nganggui sarong pas rajeh diadek. Gibeh ka Kraksaan pas daftar haji, taon 2015. (Uang sudah siap, saya lengkapi Rp31 juta. Saya masukan ke sarung depan perut, jadi kelihatan besar. Dibawa ke Kraksaan kemudian daftar haji, tahun 2015),” katanya.
Meski terbilang tak memiliki harta melimpah, ia sangat bersyukur keinginannya untuk beribadah haji dapat terkabul di tahun ini.
Sejak muda, ia bahkan sering tak bersalin pakaian demi mengumpulkan uang untuk haji. Keinginannya itu, akan segera terwujud.
Ikhtiar darinya bukan hanya dari segi pekerjaan. Ia juga rutin membaca surat Al-Waqiah sebanyak 41 kali. Surat ini diyakininya dapat memperlancar rezeki dan dimudahkan untuk melaksanakan haji.
“Ngidingaghih debunah kiaeh, sorat waqi’ nika bisa malancar rejekkeh, pas kule terro hajjieh, deddhi yamalaghih bik kuleh (Dari kiai, surat Al-Waqi’ah bisa memperlancar rezeki, dan saya ingin naik haji, jadi saya amalkan,” ujarnya.
Dengan kondisi yang sudah sepuh, berangkatnya Kakek Pardi tak membuat istrinya, nenek Nijo berat hati. Sebab, ia turut mengamini, berangkat ke tanah suci memang cita-cita suaminya sejak masih muda.
“Pojinah, mandereh sehat selamet. Bisa mole sehat ke jebeh pole. Genikah gun pon. Pasrah sedejenah ke Allah.(Mohon doanya, semoga sehat dan selamat. Bisa pulang sehat ke tanah Jawa lagi. Hanya itu, selebihnga pasrah kepada Allah, Red.),” kata nenek yang sudah tak ingat lagi berapa usianya saat ini. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.