Pasuruan,- Bareskrim Polri membongkar penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Kota Pasuruan. PT Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang bergerak di bidang minyak dan gas pun angkat bicara.
Executive General Manager PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Dwi Puja Ariestya, menyebut, penimbunan BBM subsidi mengakibatkan gangguan dalam pelayanan kepada konsumen. Antrean di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) meningkat drastis akibat banyaknya truk yang mengantri untuk mengisi BBM subsidi.
“Secara layanan, penimbunan BBM subsidi ini sangat mengganggu pelayanan kami kepada konsumen. Antrean di SPBU menjadi lebih panjang dan hal ini tentu merugikan para pelanggan yang harus menunggu lebih lama,” ungkap Dwi, Selasa (11/7/2023) siang.
Selain itu, penimbunan BBM subsidi juga berdampak pada kuota subsidi yang telah ditetapkan oleh pemerintah setiap tahun. Dwi menjelaskan bahwa penyaluran BBM subsidi telah diatur oleh pemerintah dan kuota tersebut berlaku selama satu tahun.
Namun, dengan maraknya kasus penimbunan seperti yang terjadi di Kota Pasuruan, maka kuota subsidi dapat terkuras lebih cepat dari perkiraan.
“Artinya, jika penimbunan BBM subsidi terus berlanjut, kuota subsidi yang tersedia dapat habis sebelum akhir tahun dan menyebabkan penyaluran BBM subsidi terhenti sebelum waktunya,” tambah Dwi.
PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus menyatakan dukungan terhadap upaya penegakan hukum untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan BBM bersubsidi. Mereka berkomitmen mendukung tindakan Polri dalam mengamankan pendistribusian BBM bersubsidi ini.
“Kami mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi atas terungkapnya kasus penimbunan BBM bersubsidi ini. Sistem yang selama ini membatasi pembelian telah diperketat untuk mempersempit ruang gerak pelaku penyelewengan BBM bersubsidi, namun sayangnya dapat dikelabui dengan mengganti plat nomor dan QR code,” bebee Dwi.
Diberitakan sebelum, polisi menyegel 3 gudang penyimpanan solar subsidi di Kota Pasuruan dan menetapkan tiga orang tersangka. Ketiga tersangka adalah Haji AW BFP, dan S.
Haji AW berperan sebagai pemilik modal, BFP sebagai pengatur keuangan, dan S sebagai penyedia truk yang digunakan untuk membeli solar bersubsidi.
Penimbunan solar telah berlangsung sejak tahun 2016. Para tersangka membeli solar subsidi dengan harga Rp 6.800 per liter, kemudian menjualnya kepada konsumen sebagai solar non-subsidi dengan harga Rp 9.000 per liter.
Dengan demikian, keuntungan yang didapat per liter mencapai Rp 2.200. Modus operandi yang dilakukan, tersangka menggunakan truk yang telah dimodifikasi dengan penampungan tangki yang lebih besar.
Selain itu, para tersangka juga mengubah plat nomor dan barcode truk untuk mengelabui petugas saat membeli solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dengan modus ini, tersangka dapat membeli BBM secara berulang dalam sehari. (*)
Editor: Mohamad S
Publisher: Zainullah FT