Pasuruan,- Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Transparansi Untuk Rakyat Pasuruan (ATUR) melurug kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pasuruan, Senin (24/7/2023) pagi. Massa protes soal rencana pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU) di wilayah Kota Pasuruan.
Dalam orasinya, massa menuntut agar rencana pembangunan JLU dihentikan. Mereka menilai, proyek tersebut dipenuhi dugaan praktik korupsi yang melibatkan oknum pemerintah setempat.
Koordinator aksi, Ayi Suhaya mengatakan, salah satu yang ingin ia sampaikan adalah bahwa Penetapan Lokasi (Penlok) yang dilakukan pada tahun 2022 lalu, kini sudah mati.
Selain itu Amdal Lalin belum ada. Kemudian terkait biaya pembebasan lahan untuk pembangunan Jalan Lingkar Utara, juga belum jelas nilai dan tolak ukurnya.
Menurut Ayi, biaya pembebasan lahan JLU yang telah disediakan oleh Pemerintah Kota Pasuruan hanya Rp85 milyar. Sementara anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp200 milyar, sehingga terjadi selisih kurang lebih Rp115 milyar.
Sedangkan biaya pembangunan JLU yang panjangnya sekitar 9 kilometer, ditaksir bakal menghabiskan kira-kira Rp800ilyar sampai Rp1 triliun.
“Darimana kurangnya Rp115 milyar ini. Katakan Pemkot Pasuruan itu berharap bantuan dari pusat. Pusat itu tahun 2024 ada pemilu dan pembangunan IKN jadi tidak rasional, banyak kejanggalan,” kata Ayi.
Ayi juga menyoroti potensi penyimpangan dalam proyek JLU yang disebutnya dapat membawa dampak serius. Seperti kasus sebelumnya yang menyeret oknum camat, meskipun akhirnya dinyatakan tidak bersalah.
“Saya minta pemerintah kota Pasuruan, dalam hal ini Walikota Pasuruan, Gus Ipul, ayo distop, karena banyak kejanggalan. JLU ini membawa dampak, kemarin itu kasus yang menyeret camat walaupun sudah dinyatakan tidak bersalah dan bebas. Jadi potensi penyimpangan itu masih banyak,” tegas Ayi.
Menanggapi aksi massa, Wali Kota Pasuruan, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) akan mencari kejelasan terkait rencana pembangunan tersebut.
Meskipun proyek diminta untuk dihentikan, DPRD setempat melihat bahwa proyek ini sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sehingga perlu dilakukan tindakan yang lebih konkret.
Gus Ipul mengaku menyadari bahwa proses ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, dan banyak peraturan yang berubah sehingga eksekutif harus menyesuaikan dengan baik.
Selain itu, pemerintah daerah juga harus membuat perencanaan yang baru, baik itu memperpanjang atau membuat Penlok yang baru karena Penlok yang lama masa berlakunya sudah habis, maupun memenuhi syarat-syaratnya lainnya.
“Ini sebenarnya niatnya sama, DPRD masih terus menghitung. Kita lihat nantilah berjalannya seperti apa, yang penting ini sudah kita terima,” jelas Gus Ipul. (*)
Editor Mohamad S
Publisher Zainul Hasan R