Lumajang,- Akhir-akhir ini masyarakat Kabupaten Lumajang disuguhkan beberapa kasus tindak pidana, terutama tindak pidana ringan (tipiring), yang diselesaikan melalui pendekatan Restorative Justice (RJ).
Tidak banyak masyarakat Lumajang yang mengetahui apa itu RJ. RJ merupakan salah satu penegakan hukum dalam penyelesaian perkara pidana. RJ sendiri merupakan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Namun, ada beberapa persyaratan yang harus disugukan, untuk supaya bisa menjalani proses RJ tersebut.
“Jadi, setelah polres mengirim ke kami, sebelum kami limpahkan ke pengadilan, bisa kami hentikan. Tapi ada syaratnya, yakni perkara itu kerugiannya di bawah Rp 2,5 juta, dan ada perdamaian, itu tidak bisa ditahan” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lumajang Safi Hadari saat ditemui di kantornya, Kamis (16/11/2023).
“Jadi, perkara tersebut, merupakan perkara kecil. Artinya kita harus punya hati nurani, untuk kita hentikan, bukan faktor lain, itu merupakan program pimpinan kami di Kejaksaan Agung (Kejagung),” katanya.
Sedangkan, kata dia, di tahun ini, sudah ada tiga kasus yang di-RJ-kan oleh Kejari Lumajang. Hal itu dilakukan karena kasus tersebut termasuk dalam program RJ. Sekaligus, menujukkan kalau Kejari Lumajang memiliki Program RJ yang harus masyarakat ketahui.
“Masyarakat Lumajang biar tau, kami juga punya program RJ, yang menyentuh langsung masyarakat kecil yang butuh keadilan. Kalau dulu ada kasus seorang nenek-nenek yang mencuri kayu dan dipidana, sekarang tidak ada lagi pidana yang berkaitan dengan hal itu,” ungkapnya.
Jangankan yang ngambil kayu, dia menegaskan, Kejaksaan Lumajang saat menangani semacam Pasal 480 ke-1 KUHP menyatakan bahwa melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
Diantaranya adalah menjual dan membeli, terhadap barang yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana, dikategorikan sebagai kejahatan penadahan.
“Penjualan kambing yang harganya di bawah rata-rata kami hentikan. Ada perdamaian, kerugian sudah dikembalikan, ancamannya di bawah 5 tahun, itu wajib kami hentikan. Orang kecil tidak perlu wajib dihukum, kita akan segera hentikan sebelum sampai ke pengadilan,” tegasnya.
Saat ditanya, seumpama ada masyarakat kecil yang tidak mau damai, Rofi mengingatkan, dalam RJ ini tidak ada unsur pemaksaan.
“Nah, ketika masyarakat kecil tidak mau damai, ya sudah lanjut saja, karena kami tidak bisa memaksakan. Ingat, dalam RJ ini, tidak ada unsur pemaksaan, jadi antara tersangka dan korban harus ada upaya perdamaian, tidak ada pemaksaan,” kata Rofi.
Untuk diketahui, Restorative Justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat.
Serta pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Moch. Rochim