Probolinggo,- Kabupaten Probolinggo menjadi satu dari sejumlah daerah di Jawa Timur (Jatim) yang angka perkawinan anaknya cukup tinggi. Daerah yang beribu kota Kraksaan ini menjadi ‘juara’ tiga tertinggi se-Jatim dalam kasus perkawinan anak sepanjang 2023.
Terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tak bisa dipungkiri sebagai salah satu sebab tingginya perkawinan anak (dulu disebut pernikahan dini).
Dengan adanya UU tersebut, anak yang berusia di bawah 19 tahun dianggap masih belum cukup umur untuk menikah. Sebelumnya, perempuan yang sudah berusia 16 tahun sudah dianggap cukup umur untuk menikah.
Tingginya perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo dapat dibuktikan dengan 775 perkara Dispensasi Kawin (DK) yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama (PA) Kraksaan dari total 892 perkara.
Jumlah tersebut menempatkan perkawinan anak di Kabupaten Probolinggo menjadi yang tertinggi ketiga di Jawa Timur. Hal itu jika dibandingkan dengan 37 Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Surabaya sepanjang 2023.
Tertinggi pertama ada di PA Jember dengan 1.362 permohonan DK. Tertinggi kedua ada di PA Kabupaten Malang dengan 1.009 permohonan DK.
Panitera Muda Hukum PA Kraksaan, Faruq mengatakan, perkara DK memang menjadi yang terbanyak kedua yang ditangani pihaknya sepanjang 2023. Sedangkan perkara terbanyak masih didominasi perceraian.
“Jika tidak memenuhi syarat usia yang diatur, tentunya harus melakukan permohonan DK. Dari sana bisa dilihat seberapa tinggi angka pernikahan dini,” katanya, Senin (29/1/2024).
Faruq mengungkapkan, selain dari keinginan dari calon pasangan suami istri (pasutri) muda tersebut, mayoritas faktor penyebab tingginya perkawinan anak juga karena keinginan para orangtua.
Mereka khawatir jika anaknya tidak segera dinikahkan, dapat menyebabkan perbuatan yang melanggar norma agama dan sosial jika tidak segera dinikahkan.
“Contoh, mereka tunangan, tapi sering ketemuan atau sering terlihat berboncengan. Akhirnya orangtuanya itu memutuskan untuk segera menikahkan,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Probolinggo, Hudan Syarifuddin mengatakan, pihaknya selalu berupaya menekan angka pernikahan dini.
Salah satunya dengan melakukan penyuluhan dan bimbingan kepada sekolah agar siswa lebih fokus untuk belajar.
“Sosialisasi sudah kami lakukan. Kami berikan pemahaman agar siswa lebih fokus untuk bersekolah tidak neko-neko ke yang lain,” klaim Hudan.
Sebagai informasi, pada tahun 2022 lalu, Kabupaten Pribolinggo juga menjadi pemegang peringkat ketiga tertinggi se-Jatim dalam hal pernikahan dini.
Di tahun itu, tertinggi pertama terjadi di Kabupaten Malang dengan 1.455 kasus, kemudian Kabupaten Jember dengan 1.395 kasus. Sedangkan Kabupaten Probolinggo sendiri, jumlah perkaranya mencapai 1.137 kasus. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Moch. Rochim