Lumajang,- Banyaknya pabrik kayu di Desa Sentul, Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang, disinyalir menjadi penyebab terjadinya krisis air bersih di desa setempat.
Alih-alih menyerap tenaga kerja di sekitarnya, keberadaan sejumlah pabrik yang bergerak dalam produksi triplek itu justru membuat masyarakat sekitar sengsara.
Sebab mayoritas pabrik membuat sumur bor, yang diyakini berdampak terhadap ketersediaan sumber air di desa setempat.
Akibatnya, semua sumur tradisional milik warga yang ada di sekitar pabrik mengalami kekeringan. Alhasil, warga harus mengantri untuk mendapatkan air bersih di sumur lain yang masih menyisakan air.
“Kalau pagi dan sore, kita selalu mengantri untuk mendapatkan air bersih. Kita mengantrinya di saluran air yang warga buat dari paralon. Airnya bersih dari sumber seberang sungai,” ujar warga Desa Sentul, Doni, Senin (4/3/24).
Dijelaskan Doni, sedikitnya 88 Kepala Keluarga (KK) di Desa Sentul, kini kelimpungan untuk mencari air bersih. Bahkan, kebanyakan warga rela membeli air galon untuk keperluan memasak dan diminum setiap harinya.
Doni mengaku, sumurnya sudah 3 bulan terakhir tidak mengeluarkan air. Untuk keperluan mencuci baju, ia harus pergi ke sungai yang jauhnya hampir satu kilometer dari rumahnya.
“Mau gimana lagi mas, air adalah kebutuhan paling utama, kalau airnya kotor tidak bisa dikonsumsi. Untuk keperluan mencuci baju, ya harus pergi ke sungai yang jauhnya sampai satu kilometer,” tutur dia.
Humas Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Sumber Daya Air (DPUTR SDA) Kabupaten Lumajang, Joko Kemin menyebut, pihaknya tidak bisa berbuat banyak dengan menjamurnya sumur bor di Desa Sentul.
Sebab menurut Joko, ijin pembuatan sumur bor sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, termasuk sumur bor yang dibuat pabrik kayu di Desa Sentul.
“Untuk perijinan, monitoring pemakaian air tanah (sumur, red) kewenangannya ada di Pemprov Jawa Timur. Jadi semuanya ada di pemprov, perijinan pembuatan sumur bornya,” pungkasnya. (*)
Editor: Mohamad S
Publisher: Moch. Rochim