Menu

Mode Gelap
Debat Publik Terakhir Acuan Masyarakat Pilih Pemimpin Sebanyak 200 KK dan 1.000 Jiwa di Rowokangkung, Lumajang Dilanda Banjir Pembebasan Sanksi Administrasi di Lumajang Berakhir 31 Desember 2024 Adanya Jalan Tambang di Lumajang Diharapkan Bisa Tingkatkan PAD Libatkan 200 Warga, KPU Gelar Simulasi Pencoblosan Eksekutif – DPRD Kabupaten Probolinggo Sepakati APBD 2025

Budaya · 11 Mar 2024 10:24 WIB

Belasan Ogoh-ogoh Meriahkan Tawur Kesanga Umat Hindu Lereng Semeru


					MERIAH: Suasana kemeriahan pawai ogoh-ogoh dalam rangka Tawur Kesanga Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946 di lereng Gunung Semeru Lumajang. (foto: Asmadi). Perbesar

MERIAH: Suasana kemeriahan pawai ogoh-ogoh dalam rangka Tawur Kesanga Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946 di lereng Gunung Semeru Lumajang. (foto: Asmadi).

 

Lumajang,- Peringati Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946, umat Hindu di lereng Gunung Semeru Kabupaten Lumajang, menggelar pawai ogoh-ogoh. Pawai ini mengambil rute dari Pure Mandaragiri Semeru Agung sampai dengan depan balai Desa Senduro.

Sebanyak 15 ogoh-ogoh dengan desain artistik dan dilengkapi pergelaran seni tari sebagai latar tema diarak meriah. Meski gerimis turun, namun tak mengurangi antusiasme warga.

Ketua Pengurus Harian Pura Mandara Giri Semeru Agung Wira Dharma menyapaikan, prosesi arak ogoh – ogoh ini mulai dari Tawur Kesanga pada jam 11.00 WIB, dilanjutkan Muwadaksina hingga tengah malam yang puncak ritual.

“Arakan ogoh-ogoh ini diikuti oleh beberapa Desa yang ada di Kecanatan Senduro. Ada yang dari Desa Burno, Kandangan, Kandang Tepus, Wonocempokoayu, dan beberapa desa lain di Kecamatan Senduro,” kata Wira, Minggu (10/3/24) malam.

Wira menjelaskan, ogoh-ogoh ini adalah sebagai simbol perwujudan Buta Kala. Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

“Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan, biasanya dalam wujud raksasa,” imbuh dia.

Ogoh-ogoh berperan sebagai simbol untuk penetralisir kekuatan-kekuatan negatif atau kekuatan Bhuta. Ogoh-ogoh yang dibuat pada perayaan Nyepi adalah perwujudan Bhuta Kala, makhluk besar dan menyeramkan.

“Maka dari itu, dalam kepercayaan kami ini disumiakan (dibakar, red) agar tidak mengganggu umat manusia,” paparnya.

Selama satu tahun sekali, menurut Wira, masyarakat Kecamatan Senduro menyelenggarakan pawai ogoh-ogoh sebagai bentuk apresiasi kepada Seni yang juga menjadi roh pelaksanaan Hari Suci Penyepian.

“Pawai juga melibatkan anak kecil, agar sejak dini sudah ditumbuhkan semangat dan bangga dengan tradisi perayaan Hari Raya Nyepi ini,” Wira memungkasi. (*)

 

 

Editor: Mohamad S

Publisher: Moch. Rochim

Artikel ini telah dibaca 46 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Hari Raya Kuningan, Mohon Perlindungan dan Keselamatan di Alam Semesta

5 Oktober 2024 - 16:33 WIB

Umat Hindu Tengger Sembahyang Hari Raya Kuningan di Pura Mandhara Giri Semeru Agung

5 Oktober 2024 - 13:25 WIB

Warga Desa Darungan Lumajang Berebut Tiga Gunungan Hasil Bumi dan 1.000 Ketan

29 September 2024 - 15:25 WIB

Ratusan Warga Lumajang Berebut Empat Gunungan

19 September 2024 - 15:15 WIB

Krecek Rebung, Jadi Ikon Kuliner Lumajang

2 September 2024 - 16:03 WIB

Lestarikan Kuliner Tradisional, Lumajang Gelar Sapar Agung

1 September 2024 - 12:58 WIB

Ada Festival Segoro Topeng Kali Wungu di Lumajang, Bikin Pelaku UMKM Sumringah

25 Agustus 2024 - 21:13 WIB

Tari Sodoran di Hari Raya Karo Pukau Wisman

20 Agustus 2024 - 18:26 WIB

Hari Raya Karo, Warga Lereng Bromo Gelar Tari Sodoran

20 Agustus 2024 - 17:34 WIB

Trending di Budaya