Menu

Mode Gelap
KPU Kota Probolinggo Mulai Distribusikan 1.312 Bilik Suara PMII, HMI hingga GMNI Kompak Deklarasi Anti Politik Uang Kampanye Akbar Pamungkas, Handal Bersinar Bertekad Lanjutkan Visi misi Berkelanjutan Debat Publik Terakhir Acuan Masyarakat Pilih Pemimpin Sebanyak 200 KK dan 1.000 Jiwa di Rowokangkung, Lumajang Dilanda Banjir Pembebasan Sanksi Administrasi di Lumajang Berakhir 31 Desember 2024

Nasional · 17 Mei 2024 13:05 WIB

Wartawan Lumajang Turun ke Jalan Tolak RUU Penyiaran, Sampaikan 5 Tuntutan ini


					TOLAK RUU PENYIARAN: Para jurnalis di Kabupaten Lumajang turun jalan untuk menyampaikan penolakan terhadap RUU Penyiaran. (foto: Asmadi). Perbesar

TOLAK RUU PENYIARAN: Para jurnalis di Kabupaten Lumajang turun jalan untuk menyampaikan penolakan terhadap RUU Penyiaran. (foto: Asmadi).

Lumajang,- Puluhan wartawan yang teegabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan beberapa komunitas wartawan di Kabupaten Lumajang turun ke jalan tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran, Jumat (17/5/2024) pagi.

Dengan membawa kertas bertuliskan penolakan RUU Penyiaran, jurnalis kompak menutup mulut dengan lakban sebagai simbol adanya pembungkaman terhadap pers. Para wartawan berjalan dari Alun-alun Barat kemudian menuju depan Pemkab Lumajang.

Di depan Pemkab Lumajang, sejumlah perwakilan wartawan melakukan orasi secara bergantian. Dalam aksi tersebut ada sejumlah tuntutan yang disampaikan oleh wartawan Lumajang, diantaranya:

1. Menolak seluruh isi draf RUU Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

2. Larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf RUU Penyiaran bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa pers tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

3. Larangan penayangan jurnalisme investigasi tentunya akan membungkam kemerdekaan pers. Padahal sudah jelas tertera dalam UU Pers pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

4. Jika draf RUU Penyiaran nantinya disahkan dan diberlakukan, maka tidak akan ada lagi independensi pers. Pers pun akan terancam menjadi tidak profesional.

5. Kami wartawan di kabupaten siap membantu program pemerintah demi kemajuan daerah, namun jangan sampai ada pembungkaman terhadap para insan pers. Jangan mengkebiri kami, jangan intimidasi kami.

Ketua PWI Lumajang Mujibul Choir mengharapkan para pemangku kebijakan di Lumajang bisa menyampaikan suara wartawan di kota pisang ke pemerintah pusat.

“Semoga bisa membantu menyampaikan suara dan aspirasi kami hingga ke Jakarta,” kata Choir.

Menurutnya, RUU Penyiaran merupakan bentuk nyata pembungkaman terhadap pers. Oleh karenanya, RUU Penyiaran tidak boleh disahkan, karena akan merenggut kemerdekaan pers.

“Kami jelas menolak RUU Penyiaran,” ia menegaskan.

Ketua IJTI Lumajang, Wawan Sugiarto menambahkan, selain dapat membungkam kebebasan pers, RUU Penyiaran jelas juga bertentangan dengan UU Pers.

“Jika RUU Penyiaran tetap dilanjutkan, maka wartawan seluruh Indonesia akan turun ke gedung DPR,” ancamnya.

Seperti diketahui, RUU Penyiaran merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). RUU Penyiaran direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam RUU Penyiaran adalah larangan penayangan jurnalisme investigasi. Poin ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Pers.

Dalam pasal 4 ayat (2) UU Pers menyatakan, bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.

Larangan jurnalisme investigasi dinilai bisa membungkam kemerdekaan pers. Karena dalam pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

Sementara jurnalisme investigasi merupakan strata tertinggi dari karya jurnalistik, sehingga jika dilarang, maka akan menghilangkan kualitas produk-produk jurnalistik.

Kemudian soal penyelesaian sengketa pers di platform penyiaran, sesuai UU Pers itu menjadi kewenangan Dewan Pers. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak punya wewenang menyelesaikan sengketa pers.

Dewan Pers pun sudah tegas menolak isi draf RUU Penyiaran. Apalagi dalam penyusunan RUU Penyiaran tersebut, sejak awal tidak melibatkan Dewan Pers.

Padahal dalam ketentuan penyusunan UU, harus ada partisipasi penuh makna (meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan. Ironisnya, hal ini tidak terjadi dalam penyusunan draf RUU Penyiaran. (*)

 

 

Editor: Mohamad S

Publisher: Moh. Rochim

 

Artikel ini telah dibaca 98 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Demi Swasembada Gula Nasional Butuh Dukungan Semua Menteri

20 November 2024 - 19:29 WIB

Huntap Lumajang Jadi Percontohan Nasional

24 Oktober 2024 - 16:49 WIB

Sah! Prabowo-Gibran Dilantik jadi Presiden-Wapres RI

20 Oktober 2024 - 13:43 WIB

KIM Desa di Lumajang Masuk 10 Besar Nasional dan 10 Besar Jatim

15 Oktober 2024 - 15:30 WIB

Terkendala Anggaran, Persipro 54 Terancam Gagal Arungi Liga 3 Jatim

10 Oktober 2024 - 11:49 WIB

Hadapi UU PDP, AMSI Gelar Pelatihan Perusahaan Media

15 September 2024 - 18:04 WIB

Manuver Presiden Jokowi Usai Jabatan Berakhir, Gabung Partai Gerindra?

3 September 2024 - 09:22 WIB

Prabowo Subianto: Pemimpin Baru Indonesia yang Didukung Presiden Jokowi dan Isu Keretakan

2 September 2024 - 15:12 WIB

Apa yang Terjadi Jika Kotak Kosong Menang dalam Pilkada 2024? Ini Tahapan yang Harus Dilalui

2 September 2024 - 11:58 WIB

Trending di Nasional