Menu

Mode Gelap
Tingkatan IPM dan Kesejahteraan, Guru Madrasah se-Kabupaten Probolinggo Sepakat Menangkan Gus Haris – Ra Fahmi Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Rusdi-Shobih Kunjungi Bawaslu Gudang Kayu Gaharu di Mayangan Terbakar, Segini Kerugiannya Berkat Tanggal Lahir, Belasan Bayi Dapat Kado dari Pemkot Probolinggo Gudang Plastik di Purwosari Pasuruan Terbakar, Warga Panik Sempat Digondol Maling, Sapi Warga Desa Curahtulis Probolinggo Ditemukan di Persawahan

RUTE (Ruang Transparansi Ide) · 16 Jul 2024 14:28 WIB

Problematika Kebijakan Tunjangan Honor Guru Non NIP di Lumajang


					Alumni Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Rokhmad. Perbesar

Alumni Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Rokhmad.

Kebijakan yang dilakukan saat tahun politik tidak hanya memantik isu menarik, namun juga problematik, tak terkecuali soal tunjangan guru non NIP di Kabupaten Lumajang.

 

Oleh: Rokhmad*


Akhir-akhir ini warga Lumajang digegerkan atas kebijakan penghapusan tunjangan honor Pendidik dan Tenaga Kependidikan bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau yang dikenal dengan istilah Guru Non NIP oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang.

Kebijakan yang ditandatangi oleh Pj Bupati Lumajang pada 30 April itu dilakukan atas Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) karena menggunakan dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kebijakan yang dilakukan di tahun politik ini tidak hanya menjadi isu menarik, namun juga problematik. Karena disisi lain kebijakan ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi Guru Non NIP yang jumlahnya mencapai 8.994 orang.

Agar tidak meluas, Penulis akan mencoba objektif melihat fenomena yang terjadi.

Pertama, sebagaimana diketahui, jika pendidikan merupakan ujung tombak peradaban manusia, karena hakikat pendidikan adalah memerdekakan manusia dengan sistem pembelajaran yang diatur dan dilakukan oleh manusia (Guru) kepada manusia lain (peserta didik).

Sebagaimana gagasan Ki Hajar Dewantara jika yang menyebutkan jika hakikat pendidikan adalah usaha memasukkan dan menuntun nilai-nilai budaya ke dalam diri anak sehingga menjadi manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya.

Usaha menuntun inilah yang menjadi tugas Guru di Indonesia, dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Selain itu, pendidikan merupakan janji kemerdekaan yang dirumuskan founding fathers bangsa Indonesia yang ditulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni ‘Mencerdaskan Kehidupan Bangsa’.

Karena masuk kategori pelayanan dasar dan menjadi hak warga negara. Pemerintah kemudian mengatur pendidikan di Indonesia dalam UUD 1945, UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta sejumlah peraturan perundang-undangan lain tentang Pendidikan.

Dalam UU No.20 Tahun 2003, di pasal 16 disebutkan jika jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Meski menjadi tanggung jawab penyelenggara, namun pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban memberikan dukungan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2004 yang menyebut jika pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Kedua, untuk memberikan pemahaman yang lengkap, penulis akan mencoba menjelaskan rentetan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lumajang tentang Guru dan Tenaga Kependidikan bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kemudian menjadi problematik.

Kebijakan tunjangan honor Guru Non NIP yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang telah berlangsung lebih dari 5 tahun lalu. Khusus di era kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Lumajang periode 2018-2023, Thoriqul Haq dan Indah Amperawati program tunjangan honor Guru Non NIP menjadi salah satu program prioritas dari 20 janji politiknya.

Janji tak hanya sebatas janji, Cak Thoriq dan Bunda Indah kemudian membreakdown janji politik itu menjadi program kerja yang ditulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2018-2023.

Ditahun pertama pemerintahannya, Cak Thoriq dan Bunda Indah tidak hanya menambah kuota penerima dari yang sebelumnya 6.194 menjadi 8.944 Guru Non NIP di lingkungan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD/ KB, TK dan RA), jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI, SMP/MTs) serta Guru Madrasah Diniyah (Madin) dengan nilai tunjangan honor sebesar 6 Juta Rupiah per guru setiap tahun anggaran yang dibayarkan setiap bulan sebesar Rp.500.000 melalui Satuan Kerja Perangkat Darah (SKPD) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lumajang.

Namun sayang, belum lama Cak Thoriq dan Bunda Indah lengser dari jabatannya, Pemerintah Kabupaten Lumajang menerima Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI yang menemukan banyak kesalahan proses penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) khususnya belanja hibah untuk tunjangan honor Guru Non NIP yang dilakukan setiap tahun dengan nilai anggaran sekitar 41 miliar.

“Hal ini menunjukkan bahwa hibah belanja upah/ ongkos guru dan tenaga kependidikan non ASN diberikan secara terus menerus”, tulis Auditor BPK RI dalam laporan hasil pemeriksaan.

Mekanisme penyaluran tunjangan honor Guru Non NIP yang dialokasikan dengan nomenklatur hibah ini bertentangan dengan Permendagri No. 77 Tahun 2020 di poin kriteria belanja hibah tidak terus menerus setiap tahun anggaran.

Atas temuan dan rekomendasi BPK RI inilah, kemudian Pemerintah Kabupaten Lumajang berkebijakan penghapusan nilai tunjangan Honor Guru Non NIP pada Juli 2024 sebesar nol rupiah.

Sejumlah Guru Non NIP kemudian melihat kebijakan ini sebagai bentuk matinya ‘Hati Nurani’ Pemerintah Kabupaten Lumajang pada sektor Pendidikan. Karena dinilai lebih memilih mentaati Rekomendasi BPK RI dari pada mempertimbangkan asas kemanfaatan bantuan pemerintah daerah terhadap Guru Non NIP.

Gelombang protes bermunculan, baik dari Musyarawah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini (Himpaudi), Kelompok Kerja Madrasah (KKM) hingga Mahasiswa.

“Meskipun ada pengurangan nominal dari Rp.500.000 menjadi Rp.250.000 kami masih bersyukur mas, tapi kalau benar dihapus ini yang kami tidak habis pikir,” ungkap Ketua KKM MI Lumajang, Hasan Basri saat dikonfirmasi pada Jum’at (28/06/2024) lalu.

Senada dengan Hasan Basri, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Lumajang, menyebut jika kebijakan ini membuat sejumlah Guru Non NIP memilih untuk mengundurkan diri dari profesi keguruan dan memilih berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Ada beberapa yang sempat pamit mas, mau jaga toko saja dari pada menjadi Guru dengan honor yang tak seberapa”, kata Iqbal, Ketua MKKS Lumajang.

Gelombang penolakan atas kebijakan ini berdatangan, mulai dari aksi protes di media social, audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), aksi demonstrasi Mahasiswa hingga rencana aksi Sholat Jenazah di Kantor Bupati Lumajang.

Sementara itu, Pj Bupati Lumajang, Indah Wahyuni memilih untuk tidak berkomentar saat ditanya sejumlah wartawan sesaat setelah membuka kegiatan ‘Loemajang Mbiyen’ di Kawasan Wisata Hutan Bambu, Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro Lumajang pada Minggu 07 Juli 2024 kemarin.

“Nanti, saya rapat dulu nanti tak kabari ya”, ungkap Bu Yuyun sapaan akrab Pj Bupati Lumajang sembari berjalan menuju kendaraannya.

Benar saja, tidak lama dari pernyataan Pj Bupati Lumajang kepada awak media, Korlap Aksi Solidaritas Guru Madrasah tiba-tiba mengeluarkan surat edaran yang berisi rencana aksi tidak perlu dilanjutkan, sebab, aspirasi Guru Non NIP telah dikabulkan oleh Pj Bupati Lumajang sebagai mana berita acara rapat tanggal 07 juli 2024 di Ruang Mahameru Lumajang.

Salah satu poin rapat berisi jika Pemerintah Kabupaten Lumajang secepatnya akan melakukan koordinasi dengan BPK RI Perwakilan Jawa Timur dan konsultasi kepada Kemendagri dalam rangka penyelesaian tindak lanjut atas temuan pemeriksaan dengan mengikutsertakan pihak-pihak termasuk perwakilan Guru Non NIP.

“Iya betul mas, kami (Pemkab Lumajang) berkomitmen akan mengupayakan tunjangan Honor Guru Non NIP tapi setelah berkonsultasi dengan BPK RI dan Kemendagri agar kebijakan tindak lanjutnya bisa tetap dirasakan manfaatnya oleh Guru namun juga tidak melanggar aturan”, ungkap Plh. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lumajang, Yusuf Ageng Pengestu.

Meski rencana aksi solidaritas tidak jadi dilakukan, namun belum ada kepastian jika tunjangan honor akan dicairkan kepada lebih dari 8.944 Guru Non NIP se-Kabupaten Lumajang, karena temuan dan rekomendasi BPK RI bersifat final dan mengikat.

Fenomena ini membuat Pemerintah Kabupaten Lumajang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak hanya sulit, namun juga sama-sama berpotensi melanggar aturan, baik aturan substansi berkaitan dengan amanah UUD 1945 maupun aturan Permendagri No. 77 Tahun 2020.

RICUH: Kericuhan pecah saat PMII Lumajang berunjuk rasa menolak penghapusan tunjangan guru honorer di depan kantor Pemkab Lumajang. (foto: Asmadi).

Meski sulit, namun bukan berarti tidak ada jalan keluar, penulis menilai dua pilihan ini dapat dikolaborasikan karena sejatinya memiliki irisan yang sama. Penulis akan mencoba menawarkan gagasan jalan alternatif yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang.

Pertama, agar bantuan tunjangan ini bisa dicairkan di tahun anggaran berjalan (2024) Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang perlu melakukan kajian mendalam tentang urgensinya bantuan ini, selain itu upaya konsultasi kepada BPR RI dan Kemendagri harus menjadi prioritas sebalum melakukan Peraturan Daerah tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD), dalam rangka melakukan perubahan terhadap nomenklatur atau nama bantuan yang menjadi temuan dan rekomendasi BPK RI.

Sebagaimana diatur dalam Permendagri No.38 Tahun 2018 Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Perubahan APBD dapat dilakukan untuk melakukan evaluasi penggunaan anggaran daerah di semester I.

Dalam pembahasan P-APBD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Lumajang berkaitan tunjangan honor Guru Non NIP dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Pasal 38 ayat 3 disebutkan jika pemerintah, pemerintah daerah dan pihak asing dapat membantu pendanaan biaya personalia pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Hal tersebut diperkuat di pasal 39 ayat 1 jika pemerintah daerah dapat memberikan pendanaan tambahan diatas biaya personalia yang diperlukan untuk mengembangkan program pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.

Peraturan ini selaras dengan UU No. 30 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 46 tentang tanggung jawab pendanaan merupakan tanggung jawabn bersama antara pemerintah yang bersumber dari APBN, pemerintah daerah bersumber dari APBD dan masyarakat yang bersumber dari sumbangan pendidikan, hibah, wakaf, zakat hingga bantuan lain-lain penerimaan yang sah.

Kedua, Pemerintah Kabupaten Lumajang dalam melakukan perencanaan dan penyusunan anggaran harus melakukan kajian mendalam, dan mencermati amanah UUD dan peraturan perundang undangan hingga aturan teknis penyaluran bantuan untuk lembaga pendidikan.

Salah satunya dengan melakukan Forum Group Discussion (FGD) yang melibatkan stakeholders dan praktisi pendidikan.

Ketiga, Pemerintah Kabupaten Lumajang segera melakukan konsultasi lanjutan kepada BPK dengan memberikan alasan yang sah jika temuan dan rekomendasi tidak memungkinkan dilaksanakan sepenuhnya. Meski memiliki resiko pelanggaran administratiif sebagaimana diatur dalam pasal 20 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, namun dengan melaksanakan sebagian saja dan memberikan alasan yang sah tidak akan menimbulkan efek pidana sebagaimana penjelasan dalam peraturan perundang-undangan.

Lagi pula fenomena pemberian tunjangan honor Guru Nin NIP, hanya kesalahan proses penyaluran yang melanggar pedoman teknis yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Jangankan kebijakan publik, keputusan pribadi kadang kala masih jauh dari kata sempurna. Itulah pedoman yang penulis pedomani dalam menjalankan hidup sebagai warga negara. Begitu pula dengan kebijakan bantuan tunjangan honor Guru Non NIP, penulis melihat kebijakan ini adalah bukti keberpihakan pemerintah pada dunia pendidikan.


*Penulis adalah Alumni Pascasarjana UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Artikel ini telah dibaca 206 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Peran Media Sosial Dalam Kampanye Edukatif

17 Juni 2024 - 10:04 WIB

Strategi Membangun Popularitas Bandeng Jelak Menuju Bintang Kuliner Nasional

24 April 2024 - 15:35 WIB

Tantangan dan Dinamika Pilkada Pasca Pemilu 2024

21 April 2024 - 17:44 WIB

Pemuda dan Urgensinya dalam Pemilu 2024

5 Desember 2023 - 21:01 WIB

Perebutan Suara Milenial dan Pergeseran Media Kampanye

20 November 2023 - 10:24 WIB

Duh.. Kades di Pasuruan Dibacok Tetangga

26 Juli 2023 - 23:09 WIB

Menjaga ‘Kewarasan’ Pers dalam Pemilu Tahun 2024

2 Juni 2023 - 15:56 WIB

Peranan Penting Pemuda untuk Menjaga Demokrasi Sehat

29 Mei 2023 - 17:50 WIB

Peran Strategis Pers dalam Pemilu 2024: Menjaga Demokrasi Sehat dan Transparan

5 Mei 2023 - 08:40 WIB

Trending di Politik