Pasuruan,- Deby Afandi, pengusaha bantal asal Malang yang saat ini berdomisili di Kabupaten Pasuruan, tengah menghadapi dugaan pelanggaran hak merek di persidangan. Pada hari ini, Rabu (14/8/2024), sidang memasuki tahap pembacaan duplik.
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pasuruan mendakwa Deby dengan pasal 100 ayat (2) atau pasal 102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Dakwaan tersebut didasarkan pada adanya dugaan kesamaan antara merek bantal produksi Deby dengan merek Harvest Luxury milik pelapor, Fajar Yuristanto.
Namun, dalam sidang hari ini, kuasa hukum Deby, Zulfi Satria, mengajukan empat poin bantahan atau esepsi.
Pertama, Zulfi mempertanyakan kewenangan pengadilan pidana dalam menangani perkara ini. Menurutnya, sengketa merek lebih tepat diselesaikan melalui jalur perdata.
“Yang mengadili perkara ini seharusnya pengadilan perdata, bukan pidana,” tegas Zulfi.
Poin kedua yang diangkat adalah mengenai yurisdiksi pengadilan. Zulfi berpendapat bahwa mengingat lokasi produksi, pemasaran, dan domisili baik terdakwa maupun pelapor berada di Kabupaten Pasuruan, maka perkara ini seharusnya diadili oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Pasuruan, bukan Kota Pasuruan.
Ketiga, Zulfi mempersoalkan legal standing atau kedudukan hukum pelapor untuk mengajukan tuntutan. Ia merujuk pada Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa perkara pidana terkait merek bersifat delik aduan.
Artinya, hanya pihak yang merasa dirugikan secara langsung yang berhak melaporkan.
“Karena merek Harvest Luxury dan Harvest berbeda, maka pemilik Harvest Luxury tidak mempunyai hak untuk melaporkan,” jelas Zulfi.
Terakhir, Zulfi berargumen bahwa kliennya justru lebih dulu memasarkan produk bantal dengan merek Harvest dan sudah dikenal luas di kalangan reseller dan konsumen. Oleh karena itu, menurutnya, kliennya tidak merugikan pelapor, bahkan sebaliknya.
“Klien kami yang dirugikan dalam kasus ini. Oleh karena itu, kami meminta kepada majelis hakim untuk menghentikan perkara ini dan mengembalikan nama baik klien kami,” pungkas Zulfi.
Sidang kasus dugaan pelanggaran hak merek ini akan terus berlanjut dengan agenda selanjutnya yang akan ditentukan oleh majelis hakim.
Diketahui, kasus ini telah berjalan cukup lama. Pemilik merek Harvest Luxury melaporkan merek Harvest ke Polres Pasuruan Kota pada Maret 2023 lalu.
Bahkan sebelumnya, tidak hanya Deby yang dituduh melanggar Pasal 100 ayat (2) juncto Pasal 102 Undang-Undang Nomor 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Istrinya, Daris Nur Fadhilah, juga sempat ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, Daris berhasil lepas dari status tersangka setelah memenangkan praperadilan. Sementara itu, Deby masih harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menjalani persidangan sebagai terdakwa. (*)
Editor: Mohamad
Publisher: Nuri Maulida