Pasuruan, – Pernikahan yang seharusnya menjadi tempat berlindung berubah menjadi mimpi buruk bagi WN (46). Selama hampir dua dekade, ia mengaku hidup dalam tekanan bersama suaminya, YMK, warga negara Australia.
Tak tahan lagi, perempuan asal Kecamatan Pandaan ini melaporkan suaminya ke Polres Pasuruan dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mencakup fisik, verbal, ekonomi, hingga seksual.
WN mengungkapkan, kekerasan yang dialaminya bukanlah hal baru. Sejak awal pernikahan, ia sudah sering mendapat perlakuan kasar, baik secara verbal maupun fisik.
“Mulai awal kebersamaan saya itu sudah mendapat kekerasan verbal dan fisik. Awalnya saya tidak mau melaporkan, tetapi ini terus-terusan, baik secara langsung maupun tidak langsung,” kata WN kepada wartawan, Rabu (20/11/2024).
Kekerasan verbal yang dimaksud WN meliputi berbagai penghinaan. “Saya sering dipanggil dengan kata-kata seperti pelacur, anak anjing, penipu, dan lainnya. Bukan hanya itu, di luar sana saya juga sering dijelek-jelekkan,” tambahnya.
Dalam hal kekerasan fisik, WN mengaku pernah mengalami pemukulan, diinjak, hingga dicekik. Ia juga menyinggung perilaku penyimpangan seksual yang dilakukan suaminya.
“Dia selalu berfantasi dengan orang lain. Siapapun yang disebut namanya, dia ingin berhubungan dengannya. Sebagian sudah dia lakukan. Misalnya ada teman saya datang ke rumah, sudah pasti dia menginginkan teman saya itu,” ungkap WN.
Menurut Kuasa hukum WN, Erwin Indra Prasetya, menjelaskan, kliennya mengalami trauma berat akibat kekerasan yang berulang. Hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan klien kami mengalami PTSD berat.
“Selain kekerasan fisik dan seksual, ia juga menjadi korban penelantaran ekonomi karena tidak memiliki akses keuangan. Padahal pasangan suami istri ini merupakan pemilik perusahaan furniture di kawasan Beji,” ujar Erwin.
Menurut Erwin, perkembangan kasus ini berjalan lambat. Laporan yang diajukan ke Polres Pasuruan sejak Desember 2023 hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan. Terduga pelaku, YMK, bahkan dua kali mangkir dari panggilan polisi.
“Kami mendesak penyidik segera bertindak tegas dan menangkap pelaku. Jangan sampai ada warga negara asing menginjak-injak hukum di negara kita,” tegas Erwin.
Ia juga menduga adanya intervensi dari pihak-pihak tertentu yang terkait dengan terlapor. “Hal ini membuat penyelidikan terkesan lamban,” imbuhnya.
Di samping itu, Erwin juga berharap terduga pelaku dijerat dengan pasal berlapis. Bukan hanya Pasal 44 UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Melainkan juga menyertakan Pasal 45 dan Pasal 46.
“Karena klien kami bukan hanya korban kekerasan fisik, melainkan juga mengalami kekerasan seksual dan penelantaran dalam rumah tangga,” kata Erwin.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Pasuruan, AKP Doni Meidianto, menegaskan, penanganan kasus tersebut tetap berjalan. Ia membenarkan bahwa terlapor sudah dipanggil dua kali, namun tidak hadir.
“Statusnya sampai hari ini masih sebagai saksi,” kata Doni.
Ia menyampaikan, pihaknya akan menindaklanjuti dengan menggelar perkara untuk meneliti kembali unsur-unsur pasal yang akan dipersangkakan kepada terlapor, termasuk apakah memenuhi unsur kekerasan seksual dan penelantaran.
“Yang pasti kami tetap lakukan penanganan dengan objektif dan independen. Proses hukum akan tetap berjalan,” tegas Doni. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra