Lumajang,- Sejak Tahun 2013 hingga 2024, masyarakat 3 desa di 3 kecamatan di Kabupaten Lumajang, mengeluhkan pencemaran limbah bahan kotoran ternak, yang diduga berasal dari pabrik Pupuk Petroganik milik PT Giri Snawamas Bali.
3 desa di 3 kecamatan itu meliputi Desa Karanganom, Kecamatan Pasrujambe; Desa Purworejo, Kecamatan Senduro; dan Desa Sentul, Kecamatan Sumbersuko.
“Kalau tidak bau ya tidak apa-apa. Lha ini, mulai hari Senin sampai Sabtu, polusi udara di 3 desa itu sangat tercemar, bisa disebut udaranya tidak sehat,” kata warga Desa Karanganom, Bowo, Selasa (26/11/24).
Pabrik petroganik yang berada di Desa Karanganom, menurut Bowo, sudah beroperasi selama 11 tahun. Selama itu, lingkungan warga di 3 desa, terasapi limbah pabrik
“Nah, selama 11 tahun itu, bau dari produksi pupuk itu sangat tidak enak, juga jadi pencemaran udara,” ujar dia.
Warga Desa Sentul, Eko, mengaku sangat terganggu dengan polusi udara yang menyelimuti desanya. Selain tidak bersahabat di hidung, juga mengancam kesehatan.
“Kita sudah laporan lewat kepala desa, yang diteruskan langsung ke pihak DLH (Dinas Lingkungan Hidup, red). Hanya waktu itu, DLH Lumajang harus menghubungi DLH Provinsi, karena disini tidak ada alat untuk pengecekan” papar Eko.
Ia berharap, Pemkab Lumajang bisa menindaklanjuti keluhan warga dengan mencari solusi terbaik. Agar warga yang tinggal di sekitar pabrik tidak terganggu, baik lingkungan maupun kesehatannya.
“Kami, warga di tiga kecamatan ini sangat berharap kepada pemerintah untuk menindak pabrik itu secepatnya. Karena kalau dibiarkan, sangat membahayakan kesehatan kami, apalagi ini di tengah musim hujan, polusi sangat cepat menyebar,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Desa Karanganom Fathur Rozi mengatakan, dirinya sudah pernah melakukan audensi dengan pihak terkait menyikapi limbah tersebut.
“Waktu itu yang kita undang dari PTSP DLH Diskopindag, Pertanian, Kecamatan, Polsek, Koramil dan kemudian dari pihak pabrik juga datang. Namun tidak ada jawaban pasti dari DLH karena butuh tinjauan produksi lebih lanjut,” ucap Rozi.
Bahkan, lanjutnya, saat itu ia sudah membeberkan semua keluhan masyarakat. Namun jawaban yang ia dapat tetap saja tidak ada solusi konkrit, baik dari pabrik pun pemerintah daerah.
“Saya pribadi sudah menyampaikan ke DLH, masyarakat saya juga pernah ke DLH, dan jawabannya ya tetap sama, DLH tidak bisa mengambil keputusan karena belum ada pembuktian secara real,” terangnya.
Selain dirinya, sambung Kades, salah satu lembaga MI di Desa Sentul juga pernah melakukan komunikasi dengan pihak DLH, termasuk DPRD Lumajang Komisi B, guna mencari solusi.
“Artinya ini masyarakat sudah benar-benar mengeluh, terus terang sangat mengganggu,” ungkapnya.
Jika DLH Kabupaten Lumajang terkendala anggaran untuk menyewa Tim Laboratorium dan mengecek kualitas pencemaran lingkungan, pihaknya siap berswadaya dengan masyarakat yang terdampak pencemaran polusi udara
“Bahkan kami siap jika memang DLH tidak punya biaya atau tidak punya alat lab dan harus nyewa ke pihak swasta, masyarakat di 3 Kecamatan siap swadaya,” tegasnya.
Sementara itu, Manager Pabrik Petroganik, Puji Juwono Giri Senawan mengelak pabriknya disebut sebagai biang pencemaran udara di 3 desa, seperti yang ditudingkan.
“Kami telah mengundang tim laboratorium untuk menguji hal tersebut. Pada waktu uji udara oleh lab DLH juga dihadiri warga dan muspika, desa kecamatan, polsek, koramil,” ceritanya.
Namun Puji enggan membeberkan hasil uji laboratorium tersebut. “Kami terus berbenah. Kami kelola untuk mengatasi hal tersebut,” elaknya. (*)
Editor: Mohamad S
Publisher: Keyra