Probolinggo,- Pemilihan Wali Kota Probolinggo telah usai dengan ditetapkannya pasangan nomer urut 03, dr. Aminuddin – Ina Dwi Lestari sebagai pemenang oleh KPU Kota Probolinggo.
Namun demikian, Perhimpunan Pemilih Indonesia (PPI) telah mengajukan gugatan hasil keputusan KPU Kota Probolinggo ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun penetapan pasangan nomer urut 03, dr. Aminuddin dan Ina Dwi Lestari sebagai pemenang Pilwali Kota Probolinggo tertuang dalam Hasil Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Probolinggo Nomor 336 Tahun 2024 pada 3 Desember 2024.
Ketua Bawaslu Kota Probolinggo, Johan Dwi Angga membenarkan bahwa PPI telah mengajukan gugatan dengan didalamnya terdapat 10 poin gugatan. Gugatan tersebut meliputi:
1. Bahwa berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara oleh Termohon, perolehan suara masing-masing pasangan calon, sebagai berikut:
1 Sri Setyo Pertiwi – Moh. Rachman Sawaludin = 1.650
2 Fernanda Zulkarnain – Abdullah Zabut = 30.643
3 dr. H. Aminuddin – Ina Dwi Lestari = 53.520
4 Dr. Hadi Zainal Abidin – Zainal Arifin = 50.897
2. Bahwa dalam pelaksanaan Pilkada Kota Probolinggo 2024, ditemukan dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang telah mencederai prinsip pemilu yang jujur dan adil serta memengaruhi hasil pemilihan.
3. Bahwa dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang telah mencederai prinsip pemilu yang jujur dan adil tersebut berupa pelibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam kegiatan politik praktis yang mengarah kepada keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon (paslon). Berdasarkan rekomendasi Bawaslu Kota Probolinggo, terlapor berinisial T, yang merupakan seorang ASN, diduga melanggar Pasal 5 Huruf N angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Meski demikian, pelanggaran ini tidak diproses sebagai dugaan tindak pidana pemilu, meskipun berpotensi memengaruhi hasil pemilihan.
4. Bahwa selain itu terdapat dugaan praktik politik uang yang melibatkan dua pemuda berinisial IF dan IW, serta seorang ASN berinisial T, yang ditangkap warga menjelang pemungutan suara. Meskipun kasus ini dihentikan oleh Gakkumdu karena dianggap tidak cukup bukti, penghentian tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran serius yang berpotensi merugikan Pemilih dan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Probolinggo.
5. Bahwa selanjutnya pada hari pemungutan suara, ditemukan pelanggaran berupa penggunaan atribut pasangan calon di TPS oleh saksi-saksi yang seharusnya bersikap netral sesuai aturan. Hal ini terjadi secara masif di beberapa TPS, sebagaimana diungkapkan oleh Bawaslu Kota Probolinggo, yang memerintahkan para saksi untuk mengganti atau membalikkan atribut tersebut.
6. Bahwa kemudian ditemukan pelanggaran prosedur dalam proses penghitungan suara di TPS 6 Kelurahan Kareng Lor, Kecamatan Kademangan, KPPS tidak menghitung surat suara sesuai prosedur, yaitu tidak mencocokkan jumlah surat suara dengan jumlah pemilih yang hadir sebelum membacakan hasilnya. Hal ini berpotensi menciptakan ketidakakuratan dalam penghitungan suara dan telah mengharuskan penghitungan ulang di TPS tersebut.
7. Bahwa selanjutnya dalam proses rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kota, saksi dari paslon petahana (nomor urut 04) menolak untuk menandatangani berita acara karena merasa keberatan terhadap pengawasan yang dianggap tidak netral dan adanya pengabaian atas laporan pelanggaran yang diajukan.
8. Bahwa seluruh pelanggaran tersebut, baik yang terjadi pada tahapan pemungutan suara, penghitungan, hingga rekapitulasi, menunjukkan adanya pelanggaran prinsip pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang telah merugikan Pemilih dan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota secara signifikan dalam kontestasi Pilkada Kota Probolinggo 2024.
9. Bahwa berdasarkan fakta dan bukti yang ditemukan, pelaksanaan Pilkada Kota Probolinggo 2024 terdapat tindakan yang melanggar asas-asas pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL). Pelanggaran ini mencakup ketidaknetralan ASN, penggunaan atribut paslon di TPS, pelanggaran prosedur penghitungan suara, dan penghentian kasus dugaan politik uang tanpa penyelesaian tuntas.
10. Bahwa ketidakadilan dalam pengawasan dan penanganan pelanggaran selama tahapan Pilkada, termasuk penghentian kasus dugaan politik uang serta pelanggaran netralitas ASN, telah merugikan Pemilih, pasangan calon tertentu, dan menciptakan ketidaksetaraan dalam persaingan kontestasi. Hal ini telah memengaruhi hasil akhir Pilkada Kota Probolinggo 2024 yang seharusnya dapat dipulihkan melalui pemilihan ulang yang jujur, adil, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
10 Pokok Permohonan tersebut, dalam suratnya Petitum yang diajukan, PPI meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
2. Membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Probolinggo Nomor 366 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Probolinggo Tahun 2024, tanggal 3 Desember 2024.
3. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Probolinggo untuk melaksanakan pemilihan Walikota-Wakil Walikota Ulang.
4. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Probolinggo untuk melaksanakan putusan ini.
Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya (ex aequo et bono).
Atas 10 Pokok Permohonan serta Petitum yang dilayangkan oleh PPI, Bawaslu Kota Probolinggo melalui divisi yang membidangi berangkat ke Jakarta untuk berkonsultasi secara berjenjang.
“Untuk jadwal sidang gugatan masih belum ada, dan kita masih menunggu, dan meskipun yang digugat KPU, namun dalam dalil gugatan pemohon berkaitan dengan Bawaslu juga,” cetus Johan. (*)
Editor : Mohammad S
Publisher : Keyra