Lumajang, – Potensi bencana hidrometeorologi basah menjadi perhatian selama masa liburan tahun baru. Salah satunya juga jadi atensi di sektor jasa transportasi kereta api (KA).
Sampai-sampai alat material untuk siaga (Amus) harus disiapkan selama masa arus balik. Penyiagaan Amus sangat penting untuk mengantisipasi kejadian tidak terduga akibat cuaca ekstrem.
Tidak terkecuali di Lumajang yang terdapat satu pemberhentian stasiun kereta api yang bisa saja mengalami hambatan. Tapi, penyiagaan Amus hanya dilakukan di satu titik saja.
Manager Hukum dan Humas Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 9 Jember, Cahyo Widiantoro mengatakan, masa angkutan libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) sudah berjalan sejak 19 Desember 2025. Sedangkan puncak arus balik nantinya diprediksi akan berakhir pada 5 Januari 2025.
“Itu karena menimbang kondisi cuaca yang tidak menentu, ini Amus akan disiagakan sampai sisa angkutan Nataru selesai. Memang yang disediakan di Lumajang hanya di satu titik saja,” kata Cahyo, Jumat (3/1/25).
Amus difungsikan untuk mengatasi gangguan alam seperti potensi bencana hidrometeorologi basah seperti longsor, banjir yang bisa menghambat perjalanan kereta api.
Isi komponen Amus berupa pasir dalam karung, bantalan rel, besi jembatan, alat perancang, serta sejumlah alat penunjang kerja.
“Untuk lokasi penyimpanan Amus ini diletakan di dekat kantor resor jalan rel, petugas di sana akan bertanggung jawab terkait penyiapan alat sampai penggunaannya,” katanya.
“Ada juga beberapa stasiun itu yang disiapkannya dalam gerbong datar di stasiun. Jika sudah dibutuhkan baru akan diangkut pakai kereta ke lokasi,” tambahnya.
Selain penyiagaan Amus, terdapat juga sebanyak 199 tim keamanan yang ikut disiagakan KAI Daop 9 Jember di sepanjang wilayah tugas. Meliputi petugas internal yang meliputi sekuriti dan polsuska, serta petugas pengamanan dari kewilayahan.
“Jadi, untuk mitigasi terjadinya cuaca ekstrem sudah ada juga penempatan petugas jaga di perlintasan sebidang yang ramai. Jadwal pemeriksaan jalur juga akan ditambah, selanjutnya kami juga melakukan monitoring di daerah pantauan khusus atau titik rawan. Tapi di Lumajang tidak ada daerah itu,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra