Jember,- Rencana beroperasinya toko retail berjejaring modern di Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, ditolak paguyuban pedagang pasar.
Pasalnya, keberadaan toko retail berjejaring dinilai menyalahi aturan, khususnya Perda Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pasar Rakyat dan Penataan Pusat Perbelanjaan serta Toko Swalayan.
Keberadaan toko retail berjejaring diprediksi juga akan merugikan pedagang tradisional, seperti toko klontong dan Pedagang Kali Lima (PKL).
Ironisnya, toko retail berjejaring itu hanya dibekali Nomor Induk berusaha (NIB), tanpa adanya izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Atas temuan itu, dewan pun menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (30/1/25), di ruang rapat Komisi B DPRD Jember. Agendanya, mendengarkan aspirasi dari kelompok paguyuban pedagang tradisional Desa Lojejer.
Perwakilan kelompok paguyuban, Bahrul Ulum menyebut, masyarakat yang sempat diminta untuk menandatangani persetujuan toko retail berjejaring, bukan para pedagang toko klontong, melainkan masyarakat biasa yang tidak ada sangkut pautnya dengan pedagang.
“Ada yang tanda tangan untuk pedagang, namun pedagang sayur-sayuran sekitar 15 orang. Tetapi untuk pedagang klontong seperti saya, tidak di-ikut andilkan,” curhat Bahrul.
Ketua Komisi B DPRD Jember, Chandra Ary Fianto, mengaku telah melakukan penelusuran. Hasil temuannya, izin NIB bangunan tersebut awalnya untuk showroom, namun nyatanya digunakan untuk toko retail berjejaring modern.
Ia menambahkan, perizinan toko retail berjejaring modern tersebut sampai saat ini masih belum ada. Hanya sebatas NIB, sementara dokumen perizinan lainnya belum terpenuhi.
“Berdasarkan Perda No 9 Tahun 2016 bahwa pendirian pasar rakyat, toko berjejaringan dan yang lain-lain itu sebenarnya sudah diatur terkait dengan jarak pendirian, jarak antar toko swalayan, maupun terkait dengan jumlah, hal ini akan kami perdalam lagi,” beber Chandra. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra