Pasuruan, – Kabar mengejutkan datang dari Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Puluhan babi ternak milik warga ditemukan mati mendadak di dua desa yang terletak di lereng Gunung Bromo.
Kematian yang misterius ini telah membuat resah para peternak di Desa Wonokitri dan Sedaeng, Kecamatan Tosari.
Total, terdapat 75 ekor babi yang dilaporkan mati secara tiba-tiba dalam waktu singkat. Sebanyak 50 ekor babi mati di Desa Seseng, sementara 25 ekor lainnya di Desa Wonokitri.
Semua babi yang mati menunjukkan gejala yang mencurigakan sebelum akhirnya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa.
Peternak babi di Desa Wonokitri, Rina Nikasari mengungkapkan, pengalamannya terkait kematian mendadak pada ternak miliknya. Ia bercerita, dalam beberapa hari terakhir, babi ternaknya menunjukkan gejala tidak biasa seperti, menolak makan dan minum serta tampak takut terhadap air minumnya.
“Setelah dua hari tidak bangun, pagi tadi, saya menemukan babi saya sudah mati,” kata Rina, Selasa (11/2/2024).
Rina menambahkan, seekor babinya yang mati memiliki berat sekitar 1,5 kuintal, dengan estimasi kerugian sekitar Rp6 juta hingga Rp7 juta per ekor.
“Satu ekor milik saya yang mati, beratnya sekitar 1,5 kuintal. Kalau dijual harganya sekitar Rp6 juta hingga Rp7 juta,” ujar Rina.
Kepala Desa Wonokitri, Wirya Aditya, menyampaikan, kasus kematian babi ini terus bertambah. Sebelumnya, 20 babi mati, namun kini ada tambahan lima babi lagi yang juga ditemukan mati. Ia mengungkapkan bahwa kerugian yang dialami peternak cukup besar.
“Kerugian yang dialami peternak sangat besar, mengingat berat babi yang mati di atas satu kuintal, yang diperkirakan merugikan peternak hingga Rp10 juta per ekor,” tambah Wirya.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ainur Alfiah mengatakan, populasi babi di Kabupaten Pasuruan cukup besar, sekitar 2.000 yang berada di Kecamatan Tosari yang biasanya dibuat acara keagamaan warga Tengger.
Mulai bulan Desember 2024 kemarin kematian babi secara berurutan sampai dengan bulan Februari 2025. Babi-babi yang mati mempunyai ciri yang sama yaitu, kebiruan di perut babi.
Menanggapi kejadian ini, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan langsung mengirimkan tim untuk mengambil sampel darah dari babi yang mati untuk diperiksa di laboratorium guna mengetahui penyebab pasti dari kematian massal ini.
“Kemarin tim kami mengambil sampel darah pada babi yang sakit untuk memastikan penyebab kematian ini,” jelas Ainur.
Menurutnya, pada tahun 2022, Kabupaten Pasuruan pernah dilanda wabah kematian babi besar yang disebabkan oleh virus African Swine Fever (ASF).
Sedangkan untuk kematian babi di bulan Desember 2024 hingga Februari 2025 masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ini terkait dengan virus atau faktor lain.
“Hasilnya diperkirakan akan keluar dalam waktu lima hingga tujuh hari ke depan,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra