Probolinggo,- Keterbatasan fisik tak membuat para difabel yang tergabung dalam Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Probolinggo, patah arang.
Sebaliknya, mereka mampu mengembangkan kreatifitas yang menghasilkan komoditas. Salah satunya, dengan membuat keset kaki yang memiliki nilai jual tinggi.
Pembuatan keset kaki ini dilakukan di kantor sekretariat Pertuni Probolinggo, di Jalan Kolonel Sugiono, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Saat ditemui PANTURA7.com, Sabtu (15/2/25) pagi, anggota Pertuni yang berjumlah 6 orang, tengah asyik membuat keset dengan didampingi oleh seorang relawan.
Enam orang ini memiliki tugas masing-masing. Ada yang memotong bahan baku yang mayoritas kain perca hingga menyambung kain yang sudah dipotong.
Selanjutnya, kain disusun ke besi sepanjang 50 cm hingga menjadi keset. Tahap akhir, yakni memotong kelebihan kain tiap sisi keset yang tidak presisi, sebelum dipacking dan ditempeli stiker.
Salah satu anggota Pertuni Probolinggo, Fida Afisyiatul Febiana mengaku, ia butuh waktu 3 bulan untuk belajar. Kesulitan yang ditemui, yakni saat proses merangkai keset pada besi.
“Setelah besi-besi ini terangkai kain, enak tinggal merangkai kainnya. Tangan terjepit hingga terkena gunting sudah pernah saya rasakan,” kata perempuan 18 tahun ini.
Fida mengatakan, untuk membuat 1 keset, ia membutuhkan waktu 4 jam. Proses merangkai besi yang memakan waktu lama.
Selain keinginan nya sendiri, membuat keset juga berawal dari pelatihan. Selain itu, menurut Fida, juga kemauan belajar untuk meningkatkan keterampilan yang ia tekuni.
“Meski saya tidak bisa melihat hasil pekerjaan yang saya buat, namun dengan kemauan dan kemampuan, saya bisa merasakan bahwa saya mampu membuat keset ini,” imbuhnya.
Keset yang sudah diproduksi selama 4 bulan ini, dijual secara online dan offline. Satu lembar keset dijual seharga Rp 30 ribu.
Kendala utama dalam pembuatan produk daur ulang ini adalah bahan baku. Kain perca mulai susah didapatkan, meski dari pabrik garmen sekalipun.
Pendamping difabel Pertuni Probolinggo, Unzilatul Rohmah menyebut, pendampingan yang ia lakukan berlangsung sejak awal pembuatan seperti pemilihan bahan baku hingga penjualan.
“Alhamdulillah selama mendampingi mereka membuat keset tidak ada kendala, karena mereka ini sudah mandiri, paling hanya mengarahkan saja jika ada yang kurang pas,” beber Unzilatul. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra