Lumajang, – Sebelum berdirinya koperasi di Indonesia, tentu tidak luput dengan sejarah panjang yang membuat perkoperasian tetap utuh hingga saat ini.
Di mana, pada saat penjajah Belanda koperasi menjadi bagian integral dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Bahkan, koperasi yang dibentuk pada saat penjajahan Belanda sebagai bentuk respon perlawanan rakyat Indonesia terhadap ekonomi yang sulit didapatkan oleh pribumi.
Pada saat itu, petani kesulitan untuk mendapatkan ekonomi karena dieksploitasi oleh negeri Kincir Angin itu. Adanya harga pokok yang tinggi, bunga pinjaman yang mencekik, dan monopoli perdagangan membuat rakyat Indonesia mencari solusi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Ide koperasi mulai dibentuk sebagai perlawanan rakyat Indonesia terhadap kroni-kroni Belanda. Kroni yang dimaksud adalah pribumi yang bersekutu dengan Belanda.
Namun, siapa sangka, jejak perjuangan gerakan koperasi di Indonesia tidak bisa dilepas dari peran Kabupaten Lumajang. Pada saat itu, Kabupaten Lumajang menjadi salah satu bagian terpenting dalam melawan monopoli perdagangan yang dibuat oleh Belanda.
Salah satu bukti sejarahnya adalah lumbung “Rukun Tani” di Desa Rowokangkung, yang dikelola dalam naungan organisasi Parindra pada tahun 1930-an.
Lumbung ini bukan sekadar tempat menyimpan hasil panen, tetapi juga simbol kemandirian petani dalam melawan ketidakadilan ekonomi pada masa itu.
Dalam buku “Sepuluh Tahun Koperasi (1930–1940)” karya R.M. Margono Djojohadikusumo, kakek dari Presiden Prabowo Subianto, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI), dan mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia, dijelaskan bahwa gerakan koperasi di Indonesia menghadapi tantangan besar, seperti minimnya badan pusat dan regulasi yang jelas.
Namun, semangat gotong royong tetap hidup dan mengakar kuat di berbagai daerah, termasuk Lumajang. Pada masa itu, koperasi bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi juga alat perjuangan rakyat dalam menghadapi dominasi ekonomi kolonial.
Menanggapi hal itu, Bupati Lumajang, Indah Amperawati mengatakan, nilai-nilai perjuangan yang diwariskan para pendahulu harus menjadi inspirasi bagi masyarakat saat ini.
“Jika dulu koperasi menjadi alat perjuangan ekonomi rakyat dalam menghadapi kolonialisme, sekarang koperasi harus menjadi kekuatan rakyat dalam menghadapi tantangan ekonomi modern,” katanya, Minggu (16/3/25).
Wanita yang akrab disapa Bunda Indah itu, akan mengembangkan koperasi sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi daerah.
Dengan menyesuaikan diri terhadap era digital, koperasi di Lumajang kini diarahkan untuk mengadopsi teknologi modern dalam pengelolaannya.
“Hal ini mencakup digitalisasi layanan koperasi, pendampingan bagi UMKM berbasis koperasi, serta integrasi koperasi dalam rantai pasok industri lokal,” kata Bunda Indah.
Sebagai bagian dari penguatan koperasi, Pemkab Lumajang mendukung konsep Koperasi Merah Putih, yang menekankan nasionalisme ekonomi dan kemandirian berbasis gotong royong. Model ini menghidupkan kembali semangat kebersamaan yang dulu diperjuangkan oleh para pendiri koperasi Indonesia.
“Koperasi Merah Putih bukan sekadar wadah ekonomi, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan ekonomi berbasis kerakyatan, sebagaimana yang diperjuangkan sejak era kolonial,” jelasnya.
Dari lumbung Rukun Tani hingga Koperasi Merah Putih, Lumajang telah menunjukkan bahwa koperasi bukan sekadar sistem ekonomi, melainkan warisan perjuangan yang harus terus dijaga dan dikembangkan demi kesejahteraan rakyat. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra