Lumajang, – Ogoh-ogoh merupakan sebuah patung raksasa yang dibuat oleh Umat Hindu sebagai bagian integral dari perayaan Nyepi. Sebuah hari raya penting dalam agama Hindu termasuk di Kabupaten Lumajang.
Patung tersebut, kemudian diarak sejauh 4 kilometer (km), di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, menjelang Hari Raya Nyepi sebagai bagian dari rangkaian upacara yang meriah.
Tak heran, jika ogoh-ogoh disimbolkan sebagai keburukan manusia melambangkan tokoh Hindu bernama Bhuta Kala. Buta Kala sendiri memiliki simbol keburukan sifat manusia dan hal negatif di dalam alam semesta.
Selama prosesi arak-arakan ogoh-ogoh, masyarakat di Desa Senduro bergabung dalam perayaan dengan penuh semangat. Mereka membawa ogoh-ogoh sebagai simbol keburukan manusia dengan diiringi oleh gamelan yang disebut bleganjur, menciptakan suasana yang meriah dan khidmat.
Arak-arakan ini juga menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk bersatu dan merayakan warisan budaya para leluhur.
Tidak hanya itu, ogoh-ogoh yang dibuat tidak hanya sekadar karya seni, melainkan juga memiliki makna mendalam. Patung raksasa yang dibuat itu, merupakan representasi dari sifat-sifat negatif yang ada dalam diri manusia dan alam semesta.
Dengan mengarak ogoh-ogoh, umat Hindu berharap dapat membersihkan diri dari keburukan dan memulai tahun yang baru dengan pikiran yang jernih dan hati yang suci.
“Nah, setelah diarak sejauh 4 kilometer (km), ogoh-ogoh kemudian dimusnahkan dalam prosesi Tawur Agung Kesanga. Dalam prosesi ini, ogoh-ogoh ini dibakar, dengan tujuan pemusnahan dari segala keburukan dan ketidaksempurnaan,” kata Ketua Harian Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Wira Dharma.
Lebih lanjut Wira menyampaikan, yang paling utama dari ogoh-ogoh sebagai representasi dari Bhuta Kala, yang melambangkan kekuatan alam semesta dan waktu dalam ajaran Hindu Dharma.
Meskipun ogoh-ogoh pada dasarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan acara utama Nyepi, namun keberadaannya tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kemeriahan upacara.
Setelah sampai di tempat tujuan, ogoh-ogoh tersebut kemudian dibakar dalam sebuah prosesi yang khidmat. “Proses pembakaran ogoh-ogoh menandai pemusnahan simbolis dari kekuatan negatif yang diwakili oleh Bhuta Kala, dan menjadi langkah awal dalam menjalani hari penyepian atau Nyepi,” tuturnya.
“Ogoh-ogoh tidak hanya menjadi bagian dari kemeriahan upacara Nyepi, tetapi juga membawa makna mendalam akan kekuatan alam semesta dan waktu dalam, serta merupakan simbol pemurnian diri dan pemulihan keseimbangan dengan alam semesta,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra