Lumajang, – Menyambut puncak perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 yang jatuh pada 29 Maret 2025, ribuan umat Hindu di Lumajang, menggelar pawai ogoh-ogoh di Jalan Raya Senduro pada Jumat malam (28/3/2025).
Pawai ogoh-ogoh tersebut merupakan seremonial setiap tahun pada malam hari sebelum Nyepi. Acara dibanjiri ribuan warga hingga menyedot perhatian para pengguna jalan raya di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Atraksi dan arak-arakan ogoh-ogoh saat upacara Tawur Agung Kesanga diiringi musik tradisional dan diwarnai aksi atraksi para peserta.
Aksi yang memukau ini cukup memeriahkan pawai mengelilingi rute kurang lebih 4 kilometer yang berujung di lapangan Pura Mandara Giri Semeru.
Uniknya, dalam gelaran ini tak hanya diikuti umat Hindu. Sebagian umat Islam juga ikut menyambut Hari Raya Nyepi dan Lebaran dengan menyemarakkan pawai ogoh-ogoh ini dengan turut serta melakukan arak-arakan.
Bahkan, setiap ogoh-ogoh yang dibuat juga hasil karya swadaya warga lintas agama. Keguyuban dan kerukunan ini sebagai wujud toleransi umat beragama bagi warga di Kecamatan Senduro.
Kenyo, pengunjung mengaku, sengaja datang ke pawai ini untuk menyaksikan atraksi ogoh-ogoh serta pertunjukan tari.
“Seru banget, senang lihat atraksinya, tari-tariannya maupun musiknya kental dengan budaya lokal. Nonton pawai ini serasa atmosfer di Bali tapi ini di Lumajang,” katanya.
Sementara itu, Kepala Pembinmas Hindu Kanwil Kemenag Jawa Timur, Budiono mengatakan, setidaknya ada sebanyak 17 patung ogoh-ogoh ikut serta dalam arak-arakan.
Menurutnya, pawai ogoh-ogoh juga sebagai puncak perayaan upacara Tawur Agung Kasanga. Tujuannya, pawai ini untuk membersihkan diri maupun lingkungan dari unsur-unsur negatif. Pawai ogoh-ogoh dilakukan sebagai bentuk pengusiran bala atau roh jahat.
Selain itu, juga untuk menyucikan lingkungan dari malapetaka, sehingga perayaan Nyepi berjalan aman dan tentram.
“Ogoh-ogoh ini merupakan simbol dari Si Butha Kala yakni, makhluk yang menganggu manusia. Pawai ini bertujuan untuk membersihkan segala energi negatif pada diri manusia,” ujarnya.
Usai diarak, belasan ogoh-ogoh ini kemudian dibakar sebagai simbol pemusnahan roh jahat sekaligus pembersihan diri.
Di samping itu, Ketua Harian Pura Mandhara Giri Semeru, Agung Wira Dharma mengatakan, ogoh-ogoh tidak hanya dibakar begitu saja.
“Pembakaran ogoh-ogoh memiliki makna dan harapan agar dunia kembali bersih dan bebas dari segala gangguan makhluk dan roh jahat,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra