Lumajang, – Pengelolaan tanah di Kabupaten Lumajang masih menjadi sorotan karena dinilai belum adil dan transparan. Masyarakat, seringkali menjadi korban dari kebijakan pengelolaan tanah yang tidak berpihak kepada mereka.
Banyak masyarakat di Lumajang seringkali mengalami kesulitan dalam mengakses tanah dan memperoleh hak-hak mereka atas tanah.
Kebijakan pengelolaan tanah yang tidak adil dan transparan dapat menyebabkan masyarakat kehilangan hak-hak mereka atas tanah dan menjadi korban dari sengketa tanah.
Selain itu, banyaknya mafia tanah yang berkedok sebagai perangkat desa telah menjadi sorotan di Kabupaten Lumajang. Mereka menggunakan posisi dan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara yang tidak sah. Salah satunya di wilayah Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Modus operandi yang sering dilakukan oleh mafia tanah ini seperti menggunakan kekuasaan untuk memperoleh informasi sensitif tentang tanah. Mereka menggunakan posisi mereka sebagai perangkat desa untuk memperoleh informasi tentang tanah yang bernilai tinggi.
Bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi proses pengurusan tanah, sehingga dapat memperoleh keuntungan pribadi. Tidak hanya itu, mereka menggunakan kekuasaan untuk melakukan pungutan liar kepada masyarakat yang ingin mengurus tanah.
Hal itupun menjadi sorotan Wakil Bupati Lumajang, Yudha Adji Kusuma. Ia menegaskan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam menjaga ketertiban pertanahan dan mencegah konflik agraria.
“PPAT berperan vital dalam menciptakan rasa aman atas hak milik tanah masyarakat,” kata Yudha, Selasa (15/4/25).
Ia menyoroti sejumlah persoalan yang masih menjadi tantangan di Lumajang seperti, tumpang tindih sertifikat, alih fungsi lahan tanpa dasar hukum, hingga sengketa antara warga dengan korporasi.
“Peran PPAT bukan hanya administratif, namun juga sosial sebagai penjaga keadilan dan kepastian hukum dalam masyarakat,” katanya.
Untuk itu, tambah Yudha, Pemkab Lumajang harus memberikan edukasi hukum kepada masyarakat serta menjadi mitra kritis pemerintah dalam membangun sistem pertanahan yang adil dan berkelanjutan.
“Kita harus terus menjunjung tinggi falsafah lokal ‘sak dermo nglakoni, sak benere ngucap, sak jujure tumindak’. Filosofi ini menjadi dasar moral yang harus dipegang dalam melayani masyarakat,” jelasnya.
Yang tentunya, masyarakat Lumajang berharap pemerintah daerah dapat melakukan tindakan tegas untuk memberantas mafia tanah yang berkedok sebagai perangkat desa. Dengan demikian, pengelolaan tanah di Lumajang dapat menjadi lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra