Surabaya,– Ditengah derasnya arus informasi di media sosial, isu penghapusan pajak kendaraan bermotor menjadi bahan perbincangan panas.
Sebagian pihak menggunakan isu ini untuk menyerang Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dengan membandingkan kebijakan Pemprov Jatim dengan provinsi lain tanpa memahami konteks fiskal yang sebenarnya.
Padahal, keputusan Khofifah untuk tidak menghapus pokok pajak kendaraan bukanlah tanpa alasan. Di balik kebijakan itu, tersimpan prinsip keadilan fiskal dan tanggung jawab pemerintahan yang terukur.
Kalau semua dibebaskan, mereka yang taat membayar pajak bisa merasa dirugikan. Ini bisa memicu kecemburuan sosial. Kebijakan ini menunjukkan keberpihakan terhadap keadilan kolektif, bukan sekadar populisme sesaat.
Diketahui, 70 persen dari pendapatan pajak kendaraan bermotor sebenarnya disalurkan ke kabupaten/kota, dan hanya 30 persen ke provinsi. Artinya, penghapusan pajak secara total bisa berdampak langsung pada kemampuan keuangan daerah, termasuk untuk membiayai layanan publik seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Hal ini bukan semata-mata kebijakan Gubernur, tapi bagian dari tanggung jawab fiskal yang harus dijalankan secara proporsional dan hati-hati.
Namun, kebijakan rasional ini justru dijadikan bahan serangan politik terhadap Khofifah.
Mulai dari narasi manipulatif hingga video hoaks disebarkan untuk menjatuhkan reputasi pemimpin perempuan yang selama ini dikenal berintegritas dan visioner.
Menanggapi kondisi ini, Ketua Umum MUI Jawa Timur, KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah menyampaikan seruan moral kepada masyarakat agar tidak terjebak dalam opini sesat yang dibungkus dengan kepentingan politik.
“Prestasi demi prestasi telah ditorehkan oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa dan Bapak Emil Dardak. Tentu capaian itu harus kita syukuri bersama, karena dengan kerja keras dan sinergi yang mereka bangun, Jawa Timur berhasil mencatatkan prestasi di atas rata-rata nasional dalam berbagai bidang,” ujar Kiai Mutawakkil.
Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur ini juga menekankan bahwa keberhasilan Khofifah bukanlah hasil dari pencitraan belaka, melainkan buah dari kerja nyata.
Ia menilai terpilihnya kembali Khofifah-Emil di periode sebelumnya adalah bentuk kepercayaan rakyat atas keberlanjutan pembangunan yang telah dirasakan manfaatnya.
“Ini bukan sekadar pengulangan kepemimpinan, tapi penegasan bahwa rakyat ingin keberlanjutan atas pembangunan yang telah dirasakan manfaatnya,” ucapnya.
Ia menambahkan, tidak ada kepemimpinan yang sempurna. Tapi yang terpenting adalah adanya komitmen untuk terus memperbaiki dan merangkul seluruh elemen masyarakat.
“Dan itu telah ditunjukkan Ibu Khofifah kepemimpinan yang merangkul, bukan memukul; kepemimpinan yang melayani, bukan menyakiti,” tutur pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo ini.
Kiai Mutawakkil mengingatkan agar semua pihak, terutama tokoh masyarakat dan pengguna media sosial, tidak terjebak dalam jebakan fitnah yang bisa memecah belah persatuan.
“Jangan biarkan narasi negatif di media sosial memecah fokus dan niat baik dalam membangun Jawa Timur. Mari kita jaga etika demokrasi dan ukhuwah sosial dengan memberikan kritik yang konstruktif dan tidak menyesatkan,” imbaunya. (*)
Editor : Mohammad S
Publisher: Keyra