PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Sudah sepekan ini pasca ambruknya pagar tembok PT Eratex Djaja yang menimpa dan merusak 86 sepeda siswa Sekolah Menangah Pertama Negeri (SMPN) 10 Kota Probolinggo, belum jelas kapan ganti rugi dipenuhi. Yang jelas, pihak SMPN 10 sudah mendata, kerusakan 86 sepeda siswa dan mengajukan ke managemen pabrik garmen di Jalan Soekarno-Hatta itu.
“Yang jelas, pihak sekolah sudah mendata jumlah sepeda anak-anak yang rusak akibat tertimpa pagar tembok PT Eratex Djaja. Kepala SMP sudah berkoordinasi dengan pihak managemen PT Eratex,” kata Wakil Kepala (Waka) SMPN egeri 10 Bidang Kesiswaan, Andi Sasmitro kepada para wartawan di kantornya, Senin (26/8/2019).
Disinggung ganti rugi yang diberikan PT Eratex Djaja, Andi mengatakan, belum ada. “Pada hari pertama pagar tembok ambruk, para siswa hanya menerima uang tranpor Rp 5.000 per anak agar mereka bisa pulang,” katanya.
Andi menceritakan krononologis ambruknya pagar tembok yang membatasi SMPN 10 dengan PT Eratex Djaja. “Tembok Eratex ambruk, Senin seminggu lalu sekitar pukul 10.00,” katanya.
Pagar tembok yang terlihat tua itu ambruk sepanjang sekitar 25 meter. Bekas tembok yang ambruk kemudian diganti pagar darurat dari bambu. “Kata orang Eratex biar tidak ditegor Bea Cukai, dikira untuk menyelendupkan barang, akhirnya Eratex memasang pagar darurat,” kata Andi.
Lilis, Humas SMPN 10 mengaku, bersyukur karena tidak ada korban jiwa saat tembok ambruk. Ambruknya pagar tembok setinggi sekitar dua meter itu terjadi saat para siswa sedang beristirahat.
Yang jelas, kata Andi, awalnya sebanyak 100 sepeda diketahui tertimpa tembok. Setelah didata ulang, tinggal 90 sepeda yang dilaporkan rusak.
“Akhirnya tinggal 86 sepeda yang dilaporkan rusak, empat sepeda dibawa pulang walimurid untuk diperbaiki sendiri,” kata Andi.
Ditanya berapa kerugian akibat rusaknya 86 sepeda, Andi mengatakan, puluhan juta. “Ya besarnya puluhan juta, belum ditambah tempat parkir yang rusak sekitar Rp 10 juta,” katanya.
Yang jelas pasca ambruknya tembok Eratex, para siswa yang sepedanya rusak mengaku kesulitan saat berangkat dan pulang sekolah. “Rumah saya di Jalan Citarum, terpaksa saya diantar-jemput oleh orangtua,” kata Ramadhani, siswa SMPN 10.
Sementara Wahid, siswa yang rumahnya di Kelurahan Wiroborang, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo mengaku, menggunakan sepeda lain milik keluarganya. “Syukurlah keluarga saya masih punya sepeda lain yang bisa saya gunakan,” katanya.
Sebagian besar siswa yang sepedanya rusak memilih berangkat dan pulang sekolah dengan naik angkutan kota (angkot). “Karena dari Eratex hanya sekali dikasih uang Rp 5.000 untuk transpor, ya hari-hari selanjutnya minta uang ke orangtua untuk bayar angkot,” ujar seoang siswa asal Kelurahan Mayangan, yang malu menyebutkan namanya.
Bagaimana tanggapan PT Eratex Djaja? Manajer HRD PT Eratex Djaja, Sahri Trigiantoro ketika dihubungi wartawan melalui telepon mengaku, enggan berkomentar. “Sudahlah tulis saja sesuai keterangan dari pihak sekolah, saya malu mau menanggapi,” katanya. (*)
Penulis: Ikhsan Mahmudi
Editor: Effendi Muhammad
Tinggalkan Balasan