Menu

Mode Gelap
Kasus Ladang Ganja di Lumajang Terungkap, 14 Orang Lain Disebut Terlibat AMSI Jatim Gelar Rakerwil, Bahas Inovasi Bisnis Media dan Keamanan Serangan Siber Umat Hindu Bromo Rayakan Galungan, Begini Kemeriahannya Serap Aspirasi Warga, Bupati Jember Gus Fawait Bakal Ngantor di Desa Pesta Miras di SGM Kraksaan Diduga Libatkan Kontraktor, Dewan Minta ‘Blacklist’ Cegah Kasus Pelecehan, Disdikbud Lumajang Batasi Penggunaan Telepon untuk Siswa

Budaya · 1 Sep 2019 15:17 WIB

Musik Ronjengan Kembali Bertalu-talu di Krejengan


					Musik Ronjengan Kembali Bertalu-talu di Krejengan Perbesar

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Selain ‘Kirab Jodang’, Desa/Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo memiliki kekayaan seni budaya lain yang tak kalah melegenda. Warisan budaya itu berupa musik tradisional ‘Ronjengan’.

Ronjengan (Madura) atau lesung (Jawa), merupakan alat untuk menumbuk padi, jagung, hingga melumat batang sagu ‘tempo doeloe’. Di sela-sela menggiling bahan makanan itu, warga desa biasa ‘kothekan’ atau memukul-mukul lesung dengan antan (alu, Jawa).

Bunyian berirama itu juga menjadi tradisi saat warga bergotong-royong menumbuk padi menjelang hajatan. Namun seiring munculnya mesin penggilingan padi atau selep, lesung pun berangsur ditinggalkan bahkan menjadi barang langka.

Pemain musik ronjengan di Desa Krejengan terlihat sangat antusias meskipu terik matahari cukup menyengat. (Foto : Moh Ahsan Faradies)

Warga Desa Krejengan kembali ‘membangunkan’ ronjengan dari tidurnya. Setiap sedekah desa yang berbarengan dengan tahun baru islam 1 Muharram, musik ronjengan kembali ditabuh, tak terkecuali saat warga menggelar tradisi Kirab Jodang, Minggu (1/9).

“Supaya masyarakat disini tidak lupa akan sejarahnya. Apalagi sudah menjadi budaya masyarakat Desa Krejengan, bahwa musik ronjengan merupakan kearifan lokal yang menjadi ciri khas masyarakat,” kata Kepala Desa (Kades) Krejengan, Nurul Huda.

Ronjengan yang ada di Desa Krejengan, menurut Huda, biasnya terbuat dari kayu jati, nangka, hingga trengguli dengan ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 0,5 meter. “Ditengah-tengah, ada lubang tempat padi yang akan ditumbuk,” ujarnya.

Huda berharap, ronjengan tetap lestari meski saat ini sudah berubah fungsi, dari alat penumbuk padi menjadi warisan budaya berbentuk ala musik tradisional. Namun jika tak dijaga, tuturnya, niscaya ronjengan akan kembali ditinggalkan.

“Sekarang ini era globalisasi, pengaruh teknologi sangat kuat, sehingga berpotensi melunturkan seni tradisional. Dicekoki alat elektronik saja, maka akan lupa seperti apa itu tradisi dan seperti apa itu budaya,” tandas Huda. (*)

 

Penulis : Moh Ahsan Faradies

Editor : Efendi Muhammad

Artikel ini telah dibaca 44 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Umat Hindu Bromo Rayakan Galungan, Begini Kemeriahannya

23 April 2025 - 22:18 WIB

174 Warga Kota Probolinggo Bakal Naik Haji, Diminta Segera Lunasi BPIH

21 April 2025 - 19:52 WIB

Fenomena Tabrakkan Diri ke Kereta Api Mulai Marak di Kota Probolinggo, ini Kata Psikolog

21 April 2025 - 15:59 WIB

Kembalikan Layanan Penerbangan, Bandara Notohadinegoro Jember Direvitalisasi

20 April 2025 - 17:46 WIB

Bupati Lumajang Nilai Kinerja Tim SAR Cari Candra Sudah Maksimal

20 April 2025 - 16:19 WIB

Pengajuan Dispensasi Pernikahan di Jember Jadi Lebih Rumit, Masyarakat Khawatir

19 April 2025 - 21:18 WIB

Secercah Asa Fatayat NU Menapaki 279 Tahun Usia Kabupaten Probolinggo

18 April 2025 - 22:17 WIB

Peringatan Harjakabpro ke-279 Dikemas Sederhana, Diawali Ziarah Kubur dan Tasyakuran

18 April 2025 - 19:53 WIB

Megawati Hangestri Pulang ke Jember, Disambut Meriah bak Pahlawan

15 April 2025 - 19:14 WIB

Trending di Sosial