BANGIL-PANTURA7.com, Jajaran Polres Pasuruan, mengungkap kasus pemalsuan merek benih jagung merk BISI-18 beromzet miliaran rupiah. Tiga orang pelaku yang ditangkap, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiga tersangka masing-masing Ahmad Saeroji (35) asal Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember; Mohamad Shoqibul Izar (32), warga Desa Loceret, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk; dan Indra Irwan (34) asal Desa Bolongrejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk.
Kapolres Pasuruan, AKBP Rofiq Himawan mengatakan, peran dari tiga tersangka ini berkaitan dengan proses produksi dan distribusi. Tersangka utama yang tinggal di wilayah Lamongan, saat ini melarikan diri. Kemudian ada buron lagi yang perannya hanya membantu.
“Jadi ada dua DPO (Daftar Pencarian Orang, red). Saya berharap (mereka menyerahkan diri), silahkan datang baik-baik,” kata Kapolres saat rilis kasusdi halaman Mapolres Pasuruan, Minggu (13/12/2020).
Penangkapan ini, papar Kapolres, berdasarkan informasi dari masyarakat yang menanam jagung, tapi hasilnya tidak seperti yang dijanjikan. Kemudian petani ini komplain dan melapor ke pihak berwajib.
“Kemudian kita telusuri ternyata memang benar karena dulu juga pernah ungkap ini waktu di Polda (Jatim) kasus yang sama tapi yang ini jauh lebih rapi. Jadi ini kemasannya bebar-bebar persis dari produk dari perusahaan,” ujarnya.
Modus operandinya, paparnya, pelaku mencari jagung biasa yang dijual di pasaran, lalu dibeli dengan harga Rp 5 ribu sampai Rp 8 ribu per kilogram.
Kemudian jagung dikemas untuk dijual seharga Rp 45 ribu per kilogram. Padahal produk asli dilepas perusahaan sebesar Rp 75 ribu per kilogram.
“Yang sudah beredar sekitar 75 ton dan yang kami amankan 35 ton. Barang bukti alat-alat yang dipergunakan seperti hologram palsu, kemasan palsu dan mesin pengemas kami sita ,” Kapolres menjelaskan.
Selain proses pembuatan yang benar-benar rapi, dikatakan Kapolres, distribusi benih jagung palsu ini juga sudah cukup luas meliputi sejumlah wilayah di Jawa Timur.
“Jadi pendistribusiannya itu ketika kita pesan dari Pasuruan, barang dikirim dari Jember, tapi kemudian komunikasinya melalui agen yang ada di Malang padahal produksinya ada di Nganjuk. Mereka menggunakan sistem penditribusian yang tidak bisa terdeteksi oleh aparat kepolisian,” ujarnya.
Untuk memuluskan langkahnya, para tersangka lalu membeli alat cetak hologram, seperti yang biasa digunakan pihak perusahaan. Masing-masing produk siap jual ditempel hologram.
“Pelaku pesan dari China, karena alat yang bisa menduplikasi hologram seperti yang dipasang oleh perusahaan, itu ada beberapa alat yang mampu untuk meniru yang banyak ditemukan di lapangan adalah dari China,” tandas Kapolres.
Lanjut Kapolres, total kerugian dari pemilik merk akibat upah komplotan ini sekitar Rp 5 miliar. Alhasil, polisi pun menggunakan aturan tiga undang-undang dalam kasus ini.
Pertama adalah sistem budidaya tanaman, kedua tentang perlindungan konsumen, dan yang ketiga adalah undang-undang merk karena pihak BISI-18 merasa dirugikan.
“Masyarakat saya harap untuk berhati-hati. Kalau memang mau menanam jagung dengan kualitas biasa, pilihlah bibit jagung yang biasa dengan harga yang biasa, jangan sampai masyarakat dibodohi oleh jaringan pelaku pemalsuan,” harapnya.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat pasal 115 UU RI no. 22 tahun 2019 tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan, lalu UU RI no. 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis.
“Serta pasal pasal 102 UU RI no. 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis. Ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar,” pungkas Kapolres. (*)
Editor: Efendi Muhamad
Publisher: A. Zainullah FT