Menu

Mode Gelap
Peringatan Harjakabpro ke-279 Dikemas Sederhana, Diawali Ziarah Kubur dan Tasyakuran Tiga Bulan, Pemkot Probolinggo Vaksin 3 Ribu Ekor Sapi Pria Pembunuh Istri di Probolinggo Terancam Hukuman Mati, ini Pasal yang Diterapkan Polisi Songsong Porprov 2025, PODSI Kota Probolinggo Targetkan 6 Medali Emas Solusi Air Bersih di Lumajang: Bupati dan Walikota Probolinggo Dukung Rencana Pembangunan Infrastruktur Air Pemkot Probolinggo Segera Tata Ulang Alun-alun, Siapkan Anggaran Rp10 M

Pemerintahan · 27 Nov 2021 18:19 WIB

Agama Ajarkan Damai, Ketidakadilan Picu Terorisme


					Agama Ajarkan Damai, Ketidakadilan Picu Terorisme Perbesar

PROBOLINGGO- Akar terorisme itu sesungguhnya bukan agama, melainkan ideologi teror yang kadang-kadang diperkuat dengan mispersepsi ajaran agama. Sedangkan hal-hal yang bisa menyebabkan pemicu terorisme di antarnya, ketidakadilan, kekecewaan terhadap pemerintah, ketimpangan hukum, perlakuan aparat, maupun sistem demokrasi yang pincang.

“Terorisme juga bisa terjadi karena rendahnya kesejahteraan, faktor sosial sekitar, pengaruh medsos seperti informasi hoaks, pemberitaan sepihak,” KH Dr. Ahmad Fahrur Rozi, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI Bidang Fatwa.

Hal itu diungkapkan Gus Fahrur, panggilan akrabnya dalam kajian yang digelar MUI Kota Probolinggo di Masjid An Nur, Jalan Suyoso, Kota Probolinggo, Sabtu (2711/2021). Narasumber lainnya, AKP Harsono, Kasat Humas Polresta Probolinggo, mewakili Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani.

Gus Fahrur kemudian mengangkat pemberitaan yang sedang hangat terkait penangkapan Dr ZA, anggota Komisi Fatwa MUI sebagai terduga jaringan terorisme. Terkait kasus ini DP MUI menegaskan, kasus ini tidak terkait MUI secara lembaga tetapi menyangkut, perorangan.

“Sebagai Wasekjen MUI Bidang Fatwa tentu saja saya terhenyak kaget. Informasi terbaru, meski belum A-1, Dr ZA tidak terlibat jaringan terorisme,” ujar Pengasuh Pesantren An Nur 1 Bululawang, Kabupaten Malang.

Gus Fahrur menegaskan, komitmen MUI sangat jelas terkait terorisme. Dikatakan melalui Fatwa Nomor 3 Tahun 2004, terorisme termasuk bom bunuh diri hukumnya haram.

“Yang sekarang ramai ini sepertinya bukan terorisme tetapi sampah yang tersisa pasca Pilpres,” ujarnya. Disayangkan polarisasi nomor satu versus nomor dua alias kampret versus cebong masih terus berlanjut padahal Pilpres sudah lama berakhir.

Gus Fahrur menambahkan, dalam sejarah sangat tidak mungkin MUI secara kelembagaan melawan pemerintah, apalagi menjadi teroris. “Kalangan ahlussunah wal jama’ah berpendapat, tidak boleh melawan pemerintah yang sah, bahkan penguasa zalim sekalipun,” Wakil Ketua PWNU Jatim.

Menanggapi suara-suara sumbang yang mendesak pembubaran MUI karena ada seorang pengurusnya (Dr ZA) yang menjadi terduga terorisme, Gus Fahrur mengaku, heran dengan pemikiran tidak jelas seperti itu.

Gus Fahrur menggambarkan, kalau ada seorang terlibat terorisme kemudian lembaga seperti MUI dibubarkan, kata Gus Fahrur, maka jika mengikuti pola ini akan banyak lembaga yang dibubarkan di negeri ini.

“Saya masih ingat, dulu, Menhan Pak Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 3 persen tentara terpapar terorisme, mosok kemudian TNI mau dibubarkan?” tanya Gus Fahrur.

Lebih jauh Gus Fahrur mempertanyakan, apakah kalau ada kiai, ustadz nakal kemudian pesantrennya harus dibubarkan? “Kalau ada kiai, ustadz nakal ya oknumnya dihukum, jangan pesantrennya dibubarkan,” katanya.

Gus Fahrur menegaskan, akar terorisme bukan agama, agama apa pun, sebab agama mengajak pemeluknya untuk hidup damai. “Sekali lagi terorisme dipicu ketidakadilan,” katanya.

Sementara itu AKP Harsono mengawali pembicaraannya dengan meminta maaf karena Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani tidak bisa hadir. “Pak Kapolresta sedang ada acara zoom meeting dengan Kapolri terkait vaksinasi Covid-19,” ujarnya.

Jubir Polresta itu mengatakan, betapa bahayanya ancaman terorisme di negeri ini. “Kata Nasir Abbas, mantan pelaku terorisme, pelaku teror otaknya dicuci. Cukup lima menit sudah terbujuk,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Umum MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad mengaku, berusaha menekan munculnya bibit (pemikiran) radikalisme di Probolinggo. “Kalau ada pengurus ormas yang keras, saya lunakkan,” ujarnya.

MUI sebagai payung besar berusaha mengayomi ormas-ormas Islam. Soal ada perbedaan kecil (furu’iyah) hal biasa. “Tetapi jangan sampai takfiri, mengkafirman pihak lain, sholat gak mau berbaur dengan jamaah masjid lain,” kata kiai penggemar kopi hitam itu. (*)


Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Albafillah

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Reporter

Baca Lainnya

Solusi Air Bersih di Lumajang: Bupati dan Walikota Probolinggo Dukung Rencana Pembangunan Infrastruktur Air

18 April 2025 - 12:58 WIB

Tepis Isu Pecah Kongsi, Bupati dan Wabup Jember Tampil Harmonis saat Hadiri Rapat Paripurna

18 April 2025 - 09:11 WIB

Teknologi Transformasi Digital Pertanahan, Tingkatkan Efisiensi Pelayanan dan Informasi Publik di Lumajang

17 April 2025 - 15:24 WIB

Efisiensi Anggaran Pemkab Lumajang: Penghematan Biaya Operasional Menuju Pembangunan Infrastruktur, Kesehatan dan Pembelian Motor untuk Kades

16 April 2025 - 16:45 WIB

Ini Alasan Pemkab Lumajang Pilih Motor Honda PCX untuk 198 Kepala Desa

16 April 2025 - 13:00 WIB

Bupati Lumajang dan Menteri PUPR Bahas Perbaikan Infrastruktur Pasca Bencana

16 April 2025 - 12:04 WIB

Pemkab Lumajang Habiskan Rp7,2 M untuk Belanja Motor Kades, Bupati Beberkan Alasannya

16 April 2025 - 04:33 WIB

Pemkab Lumajang Siapkan Rp6,7 M untuk Belanja Motor PCX bagi 198 Kades

15 April 2025 - 21:29 WIB

AKBP Oki Ahadian Bergeser jadi Wadirresnarkoba, Eks Penyidik KPK Pimpin Polres Probolinggo Kota

15 April 2025 - 13:15 WIB

Trending di Pemerintahan