Probolinggo – Kali pertama di lingkungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan diluncurkan akreditasi bagi MUI di tingkat kota dan kabupaten se-Jawa Timur. Hal itu untuk mewujudkan standar organisasi MUI yang sesuai Pedoman Organisasi MUI dan sebagai pedoman pengukuran kinerja organisasi MUI dapat dilakukan secara objektif dan terukur.
“Ini digagas MUI Jatim dan baru pertama kali ada, bahkan secara nasional. Kami ingin sekaligus memberikan apreasi kepada kinerja MUI kabupaten/kota di Jawa Timur,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan (DP) MUI Jawa Timur, KH Moh. Hasan Mutawakkil Alallah saat sosialisasi akreditasi di hadapan sejumlah pengurus MUI kota/kabupaten di sebuah kafe di Kota Probolinggo, Sabtu (1/10/2022).
Pertemuan dihadiri pengurus MUI yang tergabung dalam Korwil Probolinggo. Yakni, DP MUI Kota Probolinggo, DP MUI Kabupaten Probolinggo, DP MUI Kota Pasuruan, DP MUI Kabupaten Pasuruan, dan DP MUI Kabupaten Lumajang.
Program akreditasi tersebut juga akan menjadi dasar bagi upaya pengembangan organisasi. Selain itu akan menjadi big data keorganisasian MUI di lingkungan Provinsi Jawa Timur.
“Intinya DP MUI Jatim ingin membangun dan mengembangkan kinerja MUI di kota dan kabupaten menjadi lebih baik melalui akreditasi,” ujar Pengasuh Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kabupaten Probolinggo itu.
Terkait peran pemerintah daerah (pemda) terhadap MUI, Kiai Mutawakkil mengingatkan, agar ada dukungan anggaran, kantor, hingga program. “Hubungan umara dengan ulama harus harmonis, kalau tidak harmonis umat yang akan menerima getahnya,” katanya.
Terkait akreditasi yang akan diikuti 38 DP MUI di Jatim, mantan Ketua PWNU Jatim itu mengatakan, masih banyak yang harus dibenahi terkait kondisi MUI di daerah-daerah. Kiai Mutawakkil menceritakan, ada sebuah MUI di belahan timur Jawa Timur yang kantornya kecil dan kotor.
“Dulu, ada MUI di daerah yang kantornya rombuh (Madura: kotor, Red.) seperti kandang sapi, mungkin sapi saja tidak betah di situ. Ada calon bupati yang kampanye akan membangun kantor MUI tiga lantai kalau jadi bupati, alhamdulillah akhirnya terwujud kantor MUI yang megah berlantai tiga,” katanya.
Terkait akreditasi MUI-MUI di kota dan kabupaten se-Jatim, akan digawangi Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur. Bahkan Prof. Dr. M. Noor Harisudin dan Dr Haqqul Yakin (ketua dan sekretaris komisi) berkeliling Jatim untuk sosialisasi akreditasi di korwil-korwil MUI di sejumlah daerah.
“Ada lima aspek yang menjadi instrumen penilaian mulai, managemen organisasi, pelayanan, inovasi dan kepeloporan, hubungan kerja sama, dan dukungan pemerintah daerah. Kalau dijabarkan terdapat 25 item penilaian,” kata Prof. Haris, panggilan akrab Prof. Dr. M. Noor Harisudin.
Diingatkan pengurus MUI di kota/kabupaten tidak perlu terlalu resah dan terbebani dengan adanya akreditasi ini. “Tidak seberat akreditasi di lingkungan perguruan tinggi, yang terpenting paparkan apa adanya program yang telah dijalankan,” kata dosen UIN Jember itu.
Hal senada diungkapkan Haqqul Yakin terkait istilah akreditasi, yang biasanya “menghantui” mereka yang berkecimpung di dunia birokrasi dan pendidikan. Ia meyakinkan, akreditasi yang akan diterapkan di MUI lebih simpel dan sederhana.
“Termasuk istilah baru kalau diterapkan di MUI. Anggap saja akreditasi itu seperti general check up untuk MUI di daerah-daerah, dicek kolesterol, asam urat, tensi darah, dan lain-lain,” katanya disambut tertawa para pengurus MUI.
“Bahkan tadi ada pengurus MUI yang setengah protes mengatakan, ‘mosok kiai mau diakreditasi, dinilai. Kalau nilainya jelek apa jatuh kadar kekiaiannya? Selama ini kan di MUI kan urusan ibadah dan melayani umat, ngapain harus diakreditasi?’,” ujar Ilyas Rolis, moderator acara sosialisasi MUI. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.