Probolinggo – Kembali terpilihnya sejumlah eks Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang terindikasi melanggar kode etik pada 2019 lalu dalam rekrutmen PPK tahun ini, membuat sejumlah Partai Politik (parpol) di Kabupaten Probolinggo waswas. Mereka khawatir, pesta demokrasi pada 2024 tidak berjalan dengan baik.
Ketua Lembangan Pemenangan Pemilu (LPP) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Probolingggo, Musthofa mengatakan, seharusnya dalam rekrutmen PPK ini, KPU harus memperhatikan rekam jejak dari para pendaftar. Sehingga, pendaftar yang memiliki rekam jejak yang kurang baik, dapat disaring terlebih dahulu.
“Jika calonnya itu petahana, tracingnya itu ke track record (rekam jejak, Red.) selama menjabat. Dengan kasus di tiga kecamatan itu, seharusnya tidak layak terpilih menjadi penyelenggara pemilu lagi, baik terlibat maupun tidak terlibat, kan sistemnya kolektif kolegial,” katanya, Rabu (14/12/2022).
Ia menyebut, dengan lolosnya sejumlah eks PPK tersebut, sangat berpotensi merugikan partai politik, terlebih dalam kasus yang terjadi pada 2019 lalu, eks PPK ini disinyalir melakukan pengelembungan suara terhadap salah seorang calon legislatif.
“Partai politik sebagai peserta berpotenai dirugikan,” ujarnya.
Ia pun berharap pun berharap, hasil pleno yang meloloskan eks PPK tersebut untuk dicabut dan diganti dengan orang lain. Hal ini demi menjaga iklim demokrasi yang lebih baik di masa mendatang.
“Bahkan kasus penggelembungan suara itu menurut saya bukan hanya pelanggaran kode etik, tapi juga masuk ke ranah pidana pemilu. Oleh sebab itu, cabut hasil plenonya. Kan tidak ada ceritanya keputusan KPU itu tidak final dan mengikat,” paparnya.
Senada dengan Musthofa, Ketua DPC Partai Demokrat setempat Dedik Riyawan mengatakan, pihaknya kecewa dengan hasil pleno KPU setempat dalam penentuan anggota badan adhocnya pada pemilu mendatang. Pasalnya, beberapa di antaranya pernah melakukan pelanggaraan pada pesta demokrasi sebelumnya.
“PPK ini kan yang menjalankan dan mengawal pesta demokrasi. Jadi formasinya itu tidak dalam posisi yang terindikasi bermasalah pada pesta demokrasi sebelumnya. Istilah sederhananya itu seakan tidak ada orang lagi kalau tetap itu yang terpilih,” ujarnya.
Sehingga, dengan hal ini harus ada evaluasi. Sehingga tidak menimbulka keresahan bagi pihak-pihak yang akan terlibat dalam pesta demokrasi mendatang.
“Harus dievaluasi sesuai regulasi yang berlaku, kalau regulasinya harus diganti, ya ganti,” paparnya.
Sebagai informasi, pada Pemilu 2019 lalu, terdapat PPK dari tiga kecamatan yang terindikasi melakukan pelanggaran kode etik berkaitan dengan pengelembungan suara. Ketiga kecamatan itu, Dringu, Bantaran, dan Wonomerto. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Zainul Hasan R.