Pasuruan, – Pengadilan Negeri (PN) Kota Pasuruan kembali menggelar sidang pemeriksaan saksi dalam kasus penimbunan BBM solar subsidi, Selasa (11/10/23) siang.
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Yuniar Yudha Himawan itu, ada 4 saksi dijadwalkan hadir. Namun hanya 3 saksi yang hadir, sementara 1 saksi lainnya tidak hadir dengan alasan sakit.
Salah satu saksi yang hadir dalam persidangan adalah makelar bernama Anwar Sadad. Ia mengungkapkan bahwa ia telah memasarkan solar dari terdakwa, Haji Wachid, sejak tahun 2018.
Ia menawarkan solar ke beberapa perusahaan. Selama ia menjadi perantara, Sadad mengaku hanya menerima fee sebesar Rp100 per liter dari Haji Wachid.
“Saya hanya menerima fee setelah pelanggan membayar, dan pembayaran fee tersebut dilakukan melalui transfer dari Haji Wakhid,” ungkap Sadad.
Pengiriman dilakukan dua kali dalam seminggu, bahkan bisa mencapai tiga kali jika permintaan tinggi. Dalam sekali pengiriman, jumlah solar yang dijual mencapai 8 ribu liter.
“Untuk harga solar, rata-rata Rp10 ribu per liter,” jelas Sadad saat memberi kesaksian.
Majelis hakim pun mempertanyakan dari mana acuan standar harga jual solar. Sebab dalam website resmi PT. Pertamina, standar harga jual solar industri non subsidi adalah Rp21.850.
“Standar harganya kita ikut produsen yang mengeluarkan. Memang harganya lebih murah dari Pertamina,” jawab Sadad.
Sadad juga menjelaskan bahwa selama menjadi perantara, ia tidak mengetahui bahwa solar yang dijual Haji Wachid ilegal. Ia hanya mengetahui bahwa PT Mitra Central Niaga (MCN) adalah penyedia BBM solar untuk industri.
“Jadi yang saya tahu, PT MCN itu supliyer untuk solar industri,” jelas dia.
Saksi lain, Solehuddin yang merupakan pemilik tambang galian C mengaku telah langganan membeli solar ke PT MCN melalui Anwar Sadad sejak tahun 2021. Dia membeli solar 5 ribu liter dengan harga Rp10 ribu termasuk PPN.
“Kadang 3 bulan sekali tergantung ramainya pasar. Cara pembayaran melalui transfer ke PT MCN,” papar Solehuddin.
Sementara itu, terdakwa Abdul Wahid, membenarkan semua keterangan dari para saksi. “Benar yang mulia,” aku Wachid.
Saksi ketiga, Safak, yang bertugas mengawasi kapal-kapal konsumen solar dari PT MCN, mencatat dan melaporkan kapal-kapal tersebut kepada terdakwa Abdul Wahid. Ia berstatus freelance dan mendapatkan bayaran Rp1 juta per transaksi.
“Sebulan paling banyak, bisa lima kali transaksi,” ungkapnya.
Safak membantah terlibat dalam negosiasi harga dengan pembeli. Ia mengatakan bahwa kesepakatan transaksi tersebut dilakukan oleh Subianto, saksi yang tidak hadir dalam persidangan tersebut.
“Yang negosiasi Subianto, kalau pembayaran langsung ke abah Wahid atau PT MCN,” ungkapnya.
Solar yang disediakan oleh PT MCN adalah jenis HSD (High Speed Diesel) dengan kualitas baik. Harganya jauh lebih rendah daripada standar harga solar subsidi dari Pertamina.
“Semua jenis mesin kapal yang besar, termasuk kapal cargo, bisa pakai solar HSD ini. Solar PT MCN termasuk bagus, dibanding produsen lain, harganya murah,” bebernya.
Diketahui, ada tiga terdakwa dalam kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan ini. Mereka adalah Abdul Wachid selaku pemilik modal dari PT MCN, Bahtiar Febrian Pratama selaku pengelola keuangan, Sutrisno selaku koordinator sopir.
Ketiganya didakwa melanggar Pasal 55 UU RI No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan pasal 40 ayat 9 UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Editor: Mohamad S
Publisher: Zainul Hasan R.