Probolinggo,- Sebanyak 12 Pekerja Seks Komersial (PSK) yang terjaring dalam operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) di Desa Sumberranyar, Kecamatan Paiton oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Probolinggo, telah dikembalikan kepada pihak keluarga.
Mereka dijemput oleh pihak keluarga setelah dilakukan pendataan dan ppembinaan oleh petugas PP.
Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kabupaten Probolinggo, Sumarto mengatakan, dari hasil pendataan, dari 12 orang tersebut tidak ada yang merupakan warga Kecamatan Paiton.
Mereka berasal dari kecamatan lain di Kabupaten Probolinggo, bahkan ada yang dari luar daerah.
“Tujuh orang dari Kabupaten Probolinggo tapi bukan Paiton. Sedangkan lima orang lainnya dari kabupaten lain,” kata Sumarto, Kamis (1/8/2024).
Ia merinci ke-12 PSK tersebut adalah, NF dari Kecamatan Krucil, IS dari Kecamatan Tegalsiwalan, kemudian AS, AM, ET, TM, dan RO, kelimanya berasal dari Kecamatan Tiris.
Sedangkan lima orang lainnya adalah EW dari Situbondo, YU dari Bondowoso, LA dari Lumajang, dan SO serta TW yang berasal dari Jember.
Rata-rata, usia mereka berkisar antara 30-45 tahun. Sedangkan tarifnya, pemuas lelaki hidung belang ini mematok kisaran Rp 50- 100 ribu untuk setiap kali kencan.
“Sudah kami pulangkan dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi. Tapi kalau terkena razia lagi, maka akan kami kirim ke rehab sosial di Kediri,” ujarnya.
Para PSK memiliki alasan masing-masing terjun ke dunia prostitusi. Ada yang mengaku demi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari karena menjadi tulang punggung keluarga.
Ada pula yang mengaku, demi melunasi utang-utangnya kepada bank. Bahkan, di antara mereka ada yang mengaku, sangat siap berhenti dari pekerjaan tersebut andai ada anggota Satpol PP yang mau menikahi.
“Tak kera lako nyennuk pak mon endik lakeh (tidak mungkin bekerja sebagai pelacur kalau punya suami, red.),” ucap LA, salah seorang PSK. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Nuri Maulida