Menu

Mode Gelap
Bunda Indah dan Mas Yudha Didukung Raffi Ahmad dan Ketua DPP Partai Nasdem Petani Lumajang Terus Bergerak Tingkatkan Perekonomian Lumajang Jalan Perbatasan Probolinggo – Jember Amburadul, Warga Perbaiki Secara Swadaya Stabilkan Bahan Pokok, Pemkab Lumajang Operasi Pasar di Tujuh Kecamatan Petani di Pasrujambe Lumajang Minta Saluran Irigasi Polisi Tangkap Terduga Pencuri Aki Truk, Dua Lainnya Buron

Budaya · 14 Agu 2018 14:35 WIB

Tari Rerere, Simbol Akulturasi Budaya di Bromo


					Tari Rerere, Simbol Akulturasi Budaya di Bromo Perbesar

PROBOLINGGO-PANTURA7.com, Apel akbar Hari Pramuka dan penancapan ribuan bendera merah putih di kaldera Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Selasa (14/8/2018) tak hanya menjadi momentum perayaan hari besar nasional. Lebih jauh, acara patriotis itu menjadi simbol akulturasi budaya di Kabupaten Probolinggo.

Akulturasi budaya terlihat saat Tari Rerere disuguhkan sesudah apel besar dan pembentangan bendera merah putih raksasa. Tarian yang ditampilkan oleh 325 pelajar Sekolah Dasar (SD) se-Kabupaten Probolingggo itu memukau peserta apel dan wisatawan Gunung Bromo selama sekitar 20 menit.

Tari Rerere merupakan tarian khas Kabupaten Probolinggo, yang ditampilkan dalam sebuah acara penyambutan tamu atau dalam acara besar. Tarian diperankan oleh dua penari atau dilakukan berkelompok. Ciri khas dari tarian ini adalah lagunya, yaitu alunan musik semacam gamelan dengan nyanyian yang hanya berlirik re rerere rere rerere.

Menariknya, Tari Rerere dipentaskan di kawasan penduduk warga Suku Tengger Bromo, yang dikenal kaya budaya dan banyak menonjolkan kearifan lokal. Hamparan pasir dan bekunya udara tengger, tak membuat penari terusik. Para penari tetap asyik berlenggok mengikuti irama gamelan.

“Ini bukti bahwa masyakarat tengger bisa hidup rukun dan mampu menjalin persaudaraan dengan warga lain. Tari Rerere menjadi simbol akulturasi budaya di Bromo, meski disini gudangnya seni dan budaya,” kata Camat Sukapura, Yulius Christian.

Tari Rerere sekaligus menjadi pembuka penancapan 2018 bendera merah putih di kawasan Kaldera Gunung Bromo. Tak sekedar menjadi simbol akulturasi budaya, Tari Rerere mengawal sejarah penancapan ribuan bendera yang baru pertama kali dilakukan di lautan pasir.

“Saya senang bisa menampilkan tarian ini di lautan pasir. Awalnya kesulitan, apalagi latihan yang kami lakukan hanya semingguan. Namun alhamdulillah semuanya berjalan lancar,” tutur Agustina Abelia, salah satu penari Rerere. (*)

 

 

 

Penulis : Mohamad Rochim

Editor : Efendi Muhammad

Artikel ini telah dibaca 138 kali

badge-check

Reporter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Hadapi UU PDP, AMSI Gelar Pelatihan Perusahaan Media

15 September 2024 - 18:04 WIB

Memupus Kejenuhan di Hutan Pinus Lumajang

15 September 2024 - 10:27 WIB

Ranu Regulo, Suasana Camping Ala Eropa di Lumajang

15 September 2024 - 10:13 WIB

Indahnya Sunrise di Ranu Regulo di Lereng Semeru Lumajang

13 September 2024 - 09:32 WIB

Manuver Presiden Jokowi Usai Jabatan Berakhir, Gabung Partai Gerindra?

3 September 2024 - 09:22 WIB

Krecek Rebung, Jadi Ikon Kuliner Lumajang

2 September 2024 - 16:03 WIB

Prabowo Subianto: Pemimpin Baru Indonesia yang Didukung Presiden Jokowi dan Isu Keretakan

2 September 2024 - 15:12 WIB

Apa yang Terjadi Jika Kotak Kosong Menang dalam Pilkada 2024? Ini Tahapan yang Harus Dilalui

2 September 2024 - 11:58 WIB

Lestarikan Kuliner Tradisional, Lumajang Gelar Sapar Agung

1 September 2024 - 12:58 WIB

Trending di Budaya