Lumajang, – Fungsi Hutan Lindung (HL), yang menjadi areal tanaman tebu ramai diperbincangkan di media sosial (medsos).
Diketahui, HL tersebut berada di Desa/Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, tepatnya di Hutan Blok 2B.
Namun alih fungsi HL tersebut ditepis oleh pihak Perhutani Probolinggo. Sebab, Berdasarkan hasil temuan, Senin (11/11) kemarin, diketahui lahan yang dimaksud masih berada di kawasan hutan produksi kelas Tenurial (KTN).
Sebelumnya permasalahan alih fungsi lahan tersebut sempat ramai dipermasalahkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lira, Kabupaten Probolinggo.
Pasalnya, jika dugaan itu benar, potensi bencana banjir lahar Gunung Semeru bisa saja melanda kawasan Bumi Semeru Damai (BSD).
Salah satu warga Desa Sumbermujur, Agus Zainal Wahyudi mengatakan, meski permasalahan alih fungsi lahan hutan berada di kawasan hutan produksi kelas tenurial atau lahan konflik.
Adanya alih fungsi lahan yang berdekatan dengan kawasan pemukiman penduduk di BSD dirasa dapat membahayakan bagi penduduk.
“Awalnya diduga hutan lindung, ternyata hutan produksi waktu sampai sini. Ini yang dipermasalahkan hanya alih fungsi lahannya, di desa ini kan rawan bencana, di huntara juga kesulitan air,” kata Agus, Selasa (12/11/24).
“Apalagi ditemukan beberapa titik yang memang penghijauannya sangat kurang sekali karena hutan bambu rusak,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Probolinggo – Lumajang, Aki Leander Lumme menjelaskan, sepenuhnya permasalahan alih fungsi HL menjadi tanaman tebu tidak benar.
Sebab, kawasan yang dimaksud berada di area hutan produksi kelas hutan tenurial. Sehingga fungsi hutan diklaim tidak berubah sedikitpun.
“Terkait berita tentang lahan hutan yang beralih fungsi menjadi lahan tebu itu tidak benar. Itu yang diberitakan ada tanaman tebu bukan di kawasan hutan lindung tapi di kawasan hutan produksi kelas tenurial,” katanya.
Sebagai penanganan terhadap temuan itu, nantinya ada upaya negosiasi dengan perjanjian kerjasama yang diklaim akan dilakukan Perhutani.
“Dalam penanganannya, karena kelas hutan merupakan konflik tenurial, penanganannya nanti akan dinegosiasi dengan bekerjasama secara agroforesting,” pungkasnya. (*)
Editor: Ikhsan Mahmudi
Publisher: Keyra